Naruto © Masashi Kishimoto
Dictionary of Love © Author Kimmi
Drama and romance fiction, rated T for TEEN and older!
With one true pairing, Uchiha Sasuke and Haruno Sakura!
(Summary) Sebuah kecelakaan yang menimpa Sakura membuatnya untuk terus menghadapi masalah-masalah yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Ditemani oleh pemuda yang menjadi dokter pribadi, dosen dan sekaligus tetangganya untuk menghadapi masalahnya! SasuSaku!
Mind to read and review? Warning inside!
Dictionary of Love Chapter 1, a naruto fanfic - FanFiction.Net (Chapter 1)
Dictionary of Love Chapter 2, a naruto fanfic - FanFiction.Net (Chapter 2)
Dictionary of Love Chapter 3, a naruto fanfic - FanFiction.Net (Chapter 3)
Dictionary of Love Chapter 4, a naruto fanfic - FanFiction.Net (Chapter 4)
Fan Fiction!
Uncountable Imagination for a Fiction
June 3, 2016
Dictionary of Love (NARUTO)
Labels:
Anime/Manga,
Dictionary of Love,
Drama,
Fan Fiction,
Haruno Sakura,
Japan,
Naruto,
Romance,
Uchiha Sasuke
May 22, 2016
I NEED U 2 RUN (Away): Chapter 1
I NEED U 2 RUN (Away) © Author Kimmi
Friendship/Thriller
Rated T for Teenager (15)
Disclaimer:
Big Hit Entertainment, BTS (방탄소년단)
Main
Characters (sorted by age):
Jin
(Kim Seokjin), SUGA (Min Yoongi), J-Hope (Jung Hoseok), Rap Monster (Kim Namjoon), JIMIN (Park Jimin), V (Kim Taehyung) & Jung Kook (Jeon Jungkook)
Warning:
OOC, misstypos, Indonesian, etc…
Don’t like, don’t read!
화양연화
Aku ingin bangun, aku benci mimpi
ini. (I want to wake up, I hate this dream.)
Chapter
1 – Save ME
At an Apartment in
Seoul.
“Jalan-jalan
ke Pulau Jeju?” tanya Jungkook. Rasa antusiasme mulai menjalar ke tubuhnya.
Sudah lama mereka tidak berjalan-jalan bersama sendirian sejak tiga tahun lalu,
mengingat jadwal mereka yang sangat padat dan tidak memungkinkan bagi mereka untuk
jalan-jalan sendirian tanpa ada yang mengawasi.
Taehyung
memang ingin sekali pergi jalan-jalan bersama mereka, hal tersebut merupakan
salah satu dari tujuannya di tahun ini. Tentu saja Taehyung langsung mengiyakan
ajakan dari Suga.
“Pergi
ke Pulau Jeju! Pergi ke pantai bersama!” teriakan dan nyanyian Taehyung
mengundang protes dari Suga dan Namjoon, “aduh… anak itu berisik sekali.” kata
mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan yang lainnya hanya tertawa
menanggapi kelakuan Taehyung yang sudah mereka anggap biasa.
In Jeju Island.
Keesokan
harinya, mereka telah sampai di Pulau Jeju. Jin sibuk mengacak-acak isi backpack-nya untuk mencari sebuah camera recorder. Alisnya berkerut ketika
tidak mendapati kamera miliknya.
“Jin-hyung, kemarilah!” panggil Hoseok. Semua
orang sedang sibuk bersenang-senang dengan satu sama lain, melihat salah satu hyung-nya tidak ada, ia langsung mencari
Jin.
“Ketemu!”
akhirnya Jin menemukannya., ia lalu segera menyusul yang lainnya.
“Itu
Jin-hyung!” seru Jungkook.
“Jin-hyung,
jangan merekam saja. Ayo, bergabung bersama kami!” kata Taehyung. Jin langsung
turun menghampiri Taehyung dan lainnya.
Sebelum
pergi ke pantai, mereka sepakat untuk bermain-main dulu di tempat ini. Mereka
berencana akan pergi ke pantai untuk melihat matahari terbenam. Jadi mereka
memutuskan untuk berangkat pada sore hari.
Taehyung
tampak kelelahan setelah bermain-main. Ia berbaring sebentar dan menutup kedua
matanya.
‘Seperti dalam mimpi…’ ujarnya dalam
hati.
Tiba-tiba
ia dibangunkan oleh Namjoon. Ia bilang bahwa hari sudah mulai sore, maka mereka
akan berangkat ke pantai sekarang. Namjoon membantu Taehyung berdiri. Kemudian
mereka berjalan menuju ke arah mobil yang sudah mereka sewa sebelumnya.
Di
dalam mobil terlihat Jin yang sudah duduk di bangku kemudi, di bangku
sebelahnya sudah ia tebak pasti akan diisi oleh Namjoon, di bangku kedua sudah
terisi oleh Suga dan Hoseok. Akhirnya Taehyung memilih duduk di paling belakang
bersama dengan Jimin dan Jungkook. Mereka bisa bersenang-senang dengan cara mereka sendiri di belakang.
Jimin,
Taehyung dan Jungkook yang duduk di paling belakang sudah tidak sabar, karena
mereka berada di udara terbuka yang benar-benar langsung menyaksikan keindahan
pantai di Pulau Jeju.
Sesampainya
di pantai, semuanya tidak tahan untuk segera berlari. Taehyung hampir terjatuh
jika saja Jimin tidak menolongnya. Mereka berlari sangat cepat dan melompat
menuju pesisir pantai Pulau Jeju.
Taehyung
merasa sangat bahagia sekali, sampai rasanya ingin menangis. Tetapi di sisi
lain, ia merasa déjà vu dengan semua
ini. Suasana dan perasaan ini sungguh familiar, membuatnya termenung sebentar.
Taehyung
menggeleng pelan kepalanya, ia mengabaikan hal tersebut. Taehyung melihat Jin
dan Namjoon sedang berlarian, menentukan siapa yang paling cepat. Ia juga
melihat Suga yang sedang mendukung mereka dari belakang, ia terkekeh ringan.
Ya, tidak mungkin Suga mau ikut berlari bersama mereka.
Taehyung
berlari pelan menyusul semuanya.
Ia
ikut bersenang-senang bersama mereka. Melihat dan mendukung aksi gila atas
permintaan Jungkook si Bungsu, ditemani Jimin yang mulai bergelantungan di
belakang mobil, dikendarai oleh Jin tentunya.
Akhirnya
mereka beristirahat sebentar dan menyadari bahwa matahari sudah hampir
tenggelam. Semuanya menaiki mobil dan melihat dengan tenang ke arah matahari
yang sebentar lagi akan tenggelam.
“Sayang
sekali, ya… besok kita akan kembali ke Seoul.” kata Jimin.
“Kita
tidak menghabiskan waktu yang cukup banyak di sini, aku belum puas.” timpal
Jungkook. Kemudian disambut oleh kekehan dari Namjoon, “kalian sih mana bisa puas.”
Jin
dan Hoseok yang mendengarnya hanya tertawa. Jimin mengacak-acak rambut Jungkook
dengan gemas.
Ketika
hari sudah mulai gelap, Suga menyarankan agar mereka mencari tempat untuk
tidur. Mereka sudah sepakat tidak akan mencari dan tidur di sebuah resort. Mereka akan mengadakan kemah
kecil dan menyalakan api unggun sebagai penghangat. Tujuannya adalah untuk
menghabiskan malam bersama-sama. Karena mereka tahu momen seperti ini jarang
sekali ada.
Sebelum
kembali ke tempat awal, Jin mampir ke sebuah pompa bensin untuk mengisi bensin
sekaligus membeli makanan berat siap saji dan cemilan.
Namjoon
turun dari mobil dan mengisikan bensin ke mobil. “Jin-hyung, aku masih tidak percaya hari dimana kita akan menghabiskan
sepanjang hari bersama terjadi juga.”
“Ah,
Namjoon-i… di saat-saat sedang berada di tempat seperti ini perasaan sensitifmu
muncul?” goda Jin. Namjoon hanya mendecak sebal. Setelah mengisi bensin dan
membeli beberapa makanan, mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat mereka
akan mengadakan sebuah kemah kecil.
Suga
menyalakan api unggun, dibantu oleh Jungkook. Jin mengambil beberapa
perlengkapan kemah seperti selimut, bantal dan makanan dari dalam mobil.
“Pukul
berapa sekarang?” tanya Taehyung. Jimin melihat jam tangannya, “pukul
sembilan.”
Terasa
lagi. Perasaan familiar ini terasa lagi oleh Taehyung. Tetapi kemudian perasaan
tersebut diabaikan lagi oleh Taehyung karena sekarang Hoseok sedang
menceritakan sebuah cerita yang berisikan lelucon. Jika Hoseok sudah
menceritakan sebuah lelucon, itu artinya mereka harus mendengarkan karena hal
itu memang dapat membuat mereka tertawa hingga sakit perut.
Terdengar
bisikkan yang hanya dapat didengar oleh Taehyung.
.
.
.
‘Kumohon… jangan terulang kembali…’
to be continued…
Labels:
Bangtan Boys,
BTS,
Fan Fiction,
Friendship,
jhope,
JIMIN,
Jin,
Jungkook,
Korea,
Rap Monster,
Save ME,
SUGA,
Thriller,
V
May 19, 2016
I NEED U 2 RUN (Away): PROLOGUE
I NEED U 2 RUN (Away) © Author Kimmi
Friendship/Thriller
Rated T for Teenager (15)
Disclaimer:
Big Hit Entertainment, BTS (방탄소년단)
Main
Characters (sorted by age):
Jin
(Kim Seokjin), SUGA (Min Yoongi), J-Hope (Jung Hoseok), Rap Monster (Kim Namjoon), JIMIN (Park Jimin), V (Kim Taehyung) & Jung Kook (Jeon Jungkook)
Warning:
OOC, misstypos, Indonesian, etc…
Don’t like, don’t read!
화양연화
Dimanakah Aku? (Where Am I?)
Prologue
I NEED U
✿
Taehyung’s point of
view.
Aku
terjatuh. Apa yang terjadi? Tuhan, apakah aku baru saja melompat dari sebuah platform?
Aku
jatuh. Aku sudah jatuh. Apakah aku akan mati?
Byuuuuur!
Aku
tenggelam. Aku sudah tenggelam. Apakah aku akan mati?
Gelap,
di sini gelap. Aku tidak bisa bernapas. Seseorang tolong aku… siapapun, tolong…
aku akan mati…
.
.
.
“Taehyung…”
“Taehyung-ah…”
“Ya,
Taehyung-ah!”
Kedua
mata Taehyung terbelalak lebar karena mendengar seruan kasar dari Namjoon.
“Apa
yang kau lakukan? Mengapa tertidur di sini?” Namjoon menepuk-nepuk punggung
Taehyung yang sedang tertidur di atas sofa.
“Oh,
Namjoon-i…” kata Taehyung seraya mengusap-usap mata kanannya.
“Ya,
siapa Namjoon-i? Panggil aku ‘hyung’! Dasar…”
Taehyung
tidak berkata apa-apa, ia kemudian berjalan keluar studio meninggalkan Namjoon
yang kini sedang duduk di depan meja kerjanya. Taehyung menutup pintu studio,
kemudian melihat ke arah Jimin dan Jungkook yang sedang memakan ayam goreng
pedas.
“Hyung! Let’s eat spicy fried chicken!”
seru Jungkook dengan semangat.
“Anak
ini sok Inggris sekali. Jungkook-i, kau bisa memakan itu semua?” timpal Jimin
sambil tertawa.
‘Semuanya terlihat baik-baik saja… syukurlah,
ternyata tadi itu hanya sebuah mimpi. Walaupun terasa sangat nyata…’
Taehyung memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
“Taehyung-ah,
kau baik-baik saja?” tanya Jin yang tiba-tiba berada di sampingnya. Jin
terlihat khawatir, “kau tertidur cukup lama di dalam studio. Kau terlihat
sangat lelah, jadi aku tidak membangunkanmu,” ujarnya.
“Aku
tidak apa-apa, hyung. Hanya sedikit
pusing.” Ucap Taehyung mencoba tersenyum, tetapi jadi terlihat seperti
meringis.
“Kau
belum makan sejak tertidur tadi, makanlah.”
“Hm…
dimana Suga-hyung dan Hobi-hyung berada?” tanya Taehyung.
“Aku
tidak tahu, mereka bilang akan keluar sebentar.” jawab Jin menengadahkan
kepalanya ke arah pintu. Tiba-tiba pintu terbuka, Taehyung bisa melihat Yoongi
dan Hoseok muncul di sana sambil membawa banyak cemilan.
“Taehyung-ah,
kau sudah bangun?” tanya Hoseok menghampiri Taehyung setelah menyimpan beberapa
cemilan di atas meja.
“Semuanya
tahu aku tertidur? Memangnya aku tidur berapa lama?” tanya Taehyung keheranan.
“Cukup
lama sampai aku bisa menulis sepuluh lembar lirik baru.” Timpal Yoongi dari
kejauhan.
Taehyung
memandangi Yoongi cukup lama, dia seperti teringat akan sesuatu. Yoongi yang
merasa dipandangi sejak tadi pun bertanya, “Ada apa? Kau sakit?”
Taehyung
memandang sekelilingnya, ia memandangi satu-satu orang yang ada di sana.
Taehyung
sangat panik, jantungnya berdegup begitu keras, aliran darahnya mengalir begitu
deras, sampai akhirnya ia memandangi Jin yang ada di depannya.
“Jin-hyung, kau… semuanya…”
Jin
heran melihat tingkah laku Taehyung, mereka berdua saling memandang cukup lama.
Tetapi tiba-tiba ingatan itu menghilang, benar-benar menghilang dan tidak
meninggalkan jejak.
.
.
.
‘Seseorang… tolong bangunkan aku…’
to be continued…
Labels:
Bangtan Boys,
BTS,
Fan Fiction,
Friendship,
I NEED U,
jhope,
JIMIN,
Jin,
Jungkook,
Rap Monster,
SUGA,
Thriller,
V
May 26, 2012
12 Alien Ganteng (Prolog 1)
12 Alien Ganteng (12
Handsome Aliens) © Author Kimmi
Fantasy/Friendship
Rated
T for Teenager
Disclaimer:
S.M.Entertainment, EXO
Main
Characters:
Xiu Min (Kim
Min Seok), Lu Han (Xi Lu Han), Kris (Wu Yi Fan), Su Ho (Kim Joon Myeon), Lay
(Zhang Yi Xing), Baek Hyun (Byun
Baek Hyun), Chen (Kim Jong Dae), Chan Yeol (Park Chan Yeol), D.O. (Do Kyung Soo), Tao (Huang Zi Tao), Kai (Kim Jong In) and Se Hun (Oh Se Hoon)
Other
Characters:
Lee
Sooman, Chen’s mother and Kim Hyekyo
Warning:
OOC, OC, misstypos, korean basically, indonesian, brands, dll…
Don’t Like Don’t Read!
Perkenalan
(Introducing)
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
When the skies and the ground were one
legends, through their twelve forces, nurtured the tree of life, An eye of web
force created the evil that covered the heart of the tree of life, and the
heart slowly grew dry.
With intent to imbrace the heart of the
tree of life, the legends hereby divide the tree in half and hide each side,
hence time is overturned and space turns askew.
The twelve forces divide into two and
create two suns that look alike, into two worlds that seem alike. The legends
travel apart, and shall now see the same sky but stand on different grounds,
shall stand on the same ground but see different skies.
In two worlds that seem alike, the
legends will greet eachother, the day the red forces purify and the twelve
forces reunite, into one perfect root. A new world shall open up.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Normal POV
SM (Star
Mansion) Building
“Annyeonghaseyo,”
“Annyeonghaseyo,” balas Xiumin kepada
para guru yang menyapanya sambil berlalu-lalang di sepanjang koridor. Xiumin
pun terus berjalan menuju ruang latihan.
Krieeeettttttt...
Ia
membuka pintunya perlahan, tampak ruangan yang luas tersebut masih tampak sepi.
Tidak ada seorang pun ada di sana kecuali dirinya.
Xiumin
menutup pintu lalu melirik swatch
hitam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya sesaat, “Baiklah...
Perjuanganku akan dimulai dari detik ini!”
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Kim Minseok
Nama
panggilan: Xiumin
Tanggal
lahir: 29 Maret, 1990
Tinggi
badan: 177 cm
Keahlian:
Pembekuan (Frost)
Xiumin
pun mengangkat tangannya ke atas dan...
BRAK!
“Xiumin!”
teriak seseorang yang baru saja membuka pintu dengan sangat kerasnya.
“Wuaaa~!!
S-songsaenim? Ada apa?” tanya Xiumin
sambil berusaha menenangkan dirinya.
“Mianhaeyo, Xiumin-ah... Sooman-ssi
menunggumu di ruang kerjanya.” katanya.
“Begitu,”
Xiumin hanya menghela napas pendek dan pergi meninggalkan ruang latihan diikuti
songsaenim-nya menuju ke ruang kerja sang perintis Star Mansion.
Sooman’s
office
Tok...
Tok... Tok...
“Masuk,”
terdengar suara dari balik pintu.
“Permisi.
Ada keperluan apa Sooman-ssi
memanggil saya?” tanya Xiumin dengan sopan.
“Begini
Xiumin-ah... Sudah hampir 1 tahun
penuh kau berada di sini. Oleh karena itu, aku ingin memperkenalkanmu dengan
seseorang.”
Mendengar
perkataan Sooman, Xiumin langsung sedikit menengadahkan kepalanya ke arah
Sooman.
“Seseorang?”
tanya Xiumin.
“Benar
sekali... Langsung saja, kau boleh masuk,” ujar Sooman.
Krieeeeeettttttttttt...
Pintu
pun terbuka dengan sangat pelan dan sangat hati-hati. Xiumin dengan sabar
menunggu pintu tersebut terbuka seluruhnya. Jantungnya berdegup makin kencang
ketika melihat setengah wajah dari seseorang di balik pintu berwarna coklat
dengan ukiran bunga mawar yang catnya terlihat jelas masih baru.
Brak...
Sekarang
Xiumin bisa melihat seseorang yang akan diperkenalkan oleh Sooman tadi. Seorang
pria, bukan, seorang remaja laki-laki. Bertubuh tinggi tegap walaupun terlihat
sedikit kurus, berwajah datar dan kulit yang agak coklat.
“Nah,
Jongin-ah... Bagaimana kabarmu?”
tanya Sooman sok akrab seraya tersenyum dengan senyum yang masih terlihat
diragukan bahwa dia benar-benar tersenyum atau tidak.
“Masih
baik seperti biasa,” jawab laki-laki yang dipanggil ‘Jongin’ oleh Sooman dengan
suara baritone-nya dan masih tanpa
ekspresi sambil membungkuk sopan.
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Kim Jongin
Nama
panggilan: Kai
Tanggal
lahir: 14 Januari, 1994
Tinggi
badan: 182 cm
Keahlian:
Teleportasi (Teleportation)
“Annyeonghaseyo, Xiumin imnida,” kata Xiumin sambil membungkuk
90 derajat di depan laki-laki jangkung tersebut.
“Umm...
Annyeonghaseyo, Kai imnida,” balas Kai dengan sedikit kikuk.
“Hahaha...
Xiumin-ah, Kai ini lebih muda darimu.
Tidak perlu sesopan itu,” ucap Sooman tertawa dengan khas.
Mendengar
pernyataan tersebut, Xiumin langsung berdiri tegap di depan Kai sambil termangu
melihat Kai dari bawah sampai atas.
‘Aku
seharusnya memiliki kekuatan untuk meninggikan badan!’ batin Xiumin sedikit
merona.
“Yang
terpenting kalian sudah saling kenal. Nah, aku memanggil kalian karena mungkin
sudah saatnya aku memberi tahu hal ini,” ujar Sooman mulai serius.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Gangnam-gu,
Seoul
Xiumin
dan Kai sedang berjalan berdua di pinggiran distrik Gangnam. Keduanya terlihat
masih canggung satu sama lain. Di samping canggung, mereka pun sepertinya
terlihat kesal, malas, dan hal-hal negatif lainnya.
“Kai?
Bolehkah aku panggil begitu?” tanya Xiumin ragu-ragu.
“Ya,
terserah saja... Hyung.” katanya.
Membuat Xiumin yang mendengarnya menjadi semakin canggung, lebih tepat tersipu
sebenarnya.
Dan
pada akhirnya mereka tidak bicara lagi.
Setelah
berjalan agak lama, mereka pun melihat sebuah kafe. Karena merasa haus dan
sedikit lapar, mereka memutuskan untuk singgah di sana sebentar. Mereka memilih
duduk di outdoor-cafe.
Café
Rainbow
“Annyeonghaseyo, ingin memesan apa?”
tanya pelayan perempuan di kafe sambil memberikan 2 lembar kertas yang
berisikan menu di kafe tersebut.
“Cola float,” ujar Kai singkat.
“Baiklah.
Bagaimana dengan Anda?” tanya pelayan tersebut kepada Xiumin.
“Teh
saja dan... Apa di sini bakpao?”
Pelayan
tersebut tersenyum maaf dan berkata bahwa di sini tidak ada bakpao sedangkan Kai sudah sweatdrop melihat Xiumin yang terus saja
memaksa.
“Mian habnida, Tuan. Di sini benar-benar
tidak ada bakpao.”
Xiumin
pun berhenti merajuk dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Padahal
aku ingin sekali makan bakpao...”
gumam Xiumin yang masih terdengar jelas oleh Kai.
Pelayan
itu segera membungkuk salam dan pergi meninggalkan mereka berdua menuju counter. Terlihat jelas ekspresi pelayan
perempuan tersebut yang terlihat jengkel sesampainya di sana.
“Umm...
Hyung?” panggil Kai ragu. Xiumin
mengabaikan panggilan Kai dan terus menggumamkan kata ‘bakpao’. Melihat Xiumin
yang tidak bergairah seperti itu, Kai memutuskan untuk pergi.
Xiumin
melirik Kai yang pergi meninggalkannya lewat ekor matanya. Sampai punggung Kai
tidak terlihat lagi, Xiumin berbalik untuk memastikan bahwa Kai benar-benar
pergi lalu menghela napas panjang.
“Dia...
Mau pergi kemana? Apa aku harus mengikutinya?”
“Tapi,
bagaimana kalau pesanannya tiba? Oh, tidak... Bagaimana kalau dia diculik? Hyung tidak berguna macam apa aku ini!?”
teriak Xiumin frustasi. Para tamu kafe pun memandangi Xiumin dengan tatapan
heran. Xiumin terus bergumam sendiri apa yang harus ia lakukan sampai akhirnya
Kai datang kembali.
Kai
datang sambil membawa sekantung kresek berwarna putih dan duduk di depan Xiumin
dengan wajah datar seperti biasanya.
“Kai?
Darimana saja kau ini? Kau tahu? Aku hampir...”
“Buktinya
Hyung tetap duduk di sini, ‘kan?”
kata Kai.
Xiumin
speechless mendengarnya. ‘Benar juga...’
“Ini,”
Kai menaruh kantung kresek tersebut di meja mereka, tepat di depan Xiumin.
“Apa
ini?” tanya Xiumin.
“Hn.
Buka saja,” titah Kai. Xiumin pun membukanya dengan perlahan. Xiumin termangu
melihat isinya.
“Kai?
I-ini...” katanya tidak bisa melanjutkan kalimatnya saking terharu.
“Tidak
usah menatapnya seperti itu, Hyung...
Makan saja,” ujar Kai sweatdrop.
Ternyata
isinya adalah tiga buah bakpao yang
dibeli Kai masih di kawasan Gangnam-gu.
Pesanan
mereka pun datang. Mereka masih sibuk dengan urusan dan pikirannya
masing-masing.
Xiumin
menyesap tehnya sedikit, menaruh gelasnya kembali dan memangku tangannya di
pipinya yang agak tembem.
“Jadi,
bagaimana rencana kita?”
Kai
yang sedari tadi hanya fokus pada cola
float-nya, kini melihat Xiumin yang mulai serius.
Flashback
Xiumin
dan Kai menyimak baik-baik perkataan Sooman. Berbeda dengan Kai, Xiumin masih
terlihat tenang karena Sooman sudah sedikit menceritakan kepadanya.
“Dahulu,
planet ini adalah planet yang penuh dengan perdamaian namun juga penuh dengan
peperangan. Planet ini dulu disebut Planet Extrasolar.
Untuk menstabilkan Extrasolar yang
makin lama makin rusak akibat manusia yang lebih mementingkan egonya
masing-masing, dua belas pasukan yang memiliki kekuatan paling hebat di galaksi
menciptakan sebuah pohon yang bernama Pohon Kehidupan.”
Xiumin
dan Kai tetap setia mendengar kelanjutan cerita Sooman.
“Pohon
itu terus dipelihara dan planet ini pun kian membaik sampai ada kekuatan jahat
yang mencoba untuk menutupi jantung milik Pohon Kehidupan dan menghancurkan
pohon tersebut. Menhancurkan pohon tersebut berarti sama saja dengan
menghancurkan Extrasolar, tapi memang
itulah tujuannya.”
“Lalu,
apakah dia berhasil?” tanya Xiumin penasaran.
“Ya,
dia berhasil. Tapi, hanya sampai membuat Pohon Kehidupan kekeringan. Kekeringan
tersebut membuat kekuatan yang berada di dalam pohon bebas keluar. Keduabelas
pasukan mencoba untuk menyatukan kembali Pohon Kehidupan, tapi siapa sangka
bahwa ternyata kekuatan yang tertanam di pohon itu lebih kuat dibandingkan
kekuatan mereka sendiri. Untuk itu mereka semua memutuskan untuk membelah Pohon
Kehidupan menjadi dua. Dua kekuatan yang sangat hebat.”
Xiumin
dan Kai dengan wajah seriusnya mendengar kelanjutan cerita Sooman.
“Mereka
membagi pasukannya menjadi dua tim pasukan. Lalu, kedua tim pasukan tersebut
membuat dua matahari yang terlihat sama. Kemudian membawa masing-masing belahan
Pohon Kehidupan. Mereka membawanya ke tempat yang terpisah dan tidak ada yang
pernah tahu di mana Pohon Kehidupan berada.
Legenda
membuat jalan mereka terpisah. Dua dunia yang tampak sama. Mereka melihat
langit yang sama, tapi berpijak di tanah yang berbeda. Mereka berdiri di tanah
yang sama, tapi bertemu dengan langit yang berbeda,”
Sooman
memberi jeda pada ceritanya dan berjalan membelakangi Xiumin dan Kai. Melihat
jendela kantornya yang bersih, melihat jalanan di bawah yang ramai dengan
kendaraan dan orang-orang.
“Dalam
dua dunia yang terlihat sama, legenda akan menyapa satu sama lain di suatu hari
nanti. Duabelas pasukan pun akan bersatu kembali, menjadi satu akar sempurna. Dan
sebuah dunia baru akan terbuka.”
Xiumin
dan Kai tercengang mendengar cerita Sooman.
“A-aku...”
“Dan
kalian berdua... Adalah salah satu dari keduabelas pasukan tersebut!” kata
Sooman memotong kalimat Xiumin seraya menunjuk mereka berdua.
“K-kami...
Berdua? Salah satu dari pasukan itu?” tanya Kai ragu-ragu.
BRAAK!
“Frost Xiumin dan Teleportation Kai... Kalianlah sang reinkarnasi yang
ditunggu-tunggu selama lebih dari seribu tahun! THE REINCARNATION OF EXO!” ujar Sooman sambil menggebrak meja.
Xiumin
dan Kai terlonjak kaget akibat perbuatan Sooman yang kelewat semangat.
“Hahaha...
Aku sangat senang sekali, sudah lama aku mencari kalian. Selama kurang lebih 17
tahun sejak bangunan ini didirikan. Yah, mendapat dua orang dalam waktu yang
berdekatan sudah sangat bersyukur sekali.” ucapnya yang kini sudah duduk di
meja kerjanya.
“Tapi,
aku masih belum mengerti. Apa tujuanmu mencari kami?” tanya Kai.
“Tentu
saja untuk menyelamatkan planet kalian, planet kita. Atau yang mungkin kalian
ketahui sebagai bumi,” jawab Sooman dengan tenang.
“Menyelamatkan
dari apa? Siapa? Lalu, bagaimana dengan sisa pasukan yang lain? Apakah
mereka...”
“Sudah,
Kai. Sudah... Baiklah, mungkin ini sudah saatnya untuk memberikan kalian sebuah
misi.” ucapnya sambil tersenyum puas.
“Misi?”
tanya Xiumin dan Kai bersamaan.
“Misi
untuk menyelamatkan bumi dan... Mencari kesepuluh anggota pasukan yang
lainnya!”
“MWORAGO!?” teriak Xiumin dan Kai
bersamaan lagi.
Menyadari
tindakan mereka yang tidak sopan, mereka langsung membungkuk minta maaf.
“Aku
tidak bermaksud untuk begitu!” kata Xiumin diiringi dengan minta maaf.
“Tidak,
tidak perlu seperti itu. Santai saja. Aku sudah mengira kalian akan seperti
itu.”
“Tapi,
kalau begitu itu namanya bukan ‘sebuah misi’ karena tadi Anda mengatakan
‘dan’,” ujar Kai agak bete.
“Benar
juga, ya. Hahaha... Baiklah, baiklah. Langsung ke topik utama saja. Asal kalian
tahu, kekuatan jahat yang disegel oleh para EXO kini sudah hampir melewati
batasnya, maksudku, segelnya sudah mulai melemah. Segel yang melemah itu tidak
ada hubungannya dengan EXO, melainkan para manusia yang dikelilingi oleh
perasaan dendam dan benci. Dendam dan benci itulah yang menjadi kekuatannya.”
“Jadi
begitu rupanya,” ucap Kai seraya mengangguk paham.
“Jika
segelnya sudah lepas, bumi ini tidak bisa diselamatkan lagi. Tapi, seperti yang
baru saja aku ceritakan, hanya Pasukan EXO-lah yang bisa menyelamatkan bumi!
Meskipun mereka sudah tidak ada karena sisa kekuatannya dipakai untuk menyegel
kekuatan jahat. Mereka masih ada di sini, aku bisa merasakannya.”
“M-mereka
ada di sini?” tanya Xiumin agak merinding.
“Ya,
di dalam hatimu. Jiwa, raga dan kekuatan kalian.”
Xiumin
dan Kai tertegun karena pernyataan Sooman.
“Kalianlah
penerus Pasukan EXO, reinkarnasi mereka. Sebelum mereka gugur, mereka percaya
bahwa jika pada saat hari dimana segel itu terbuka, pasti ada yang akan
menyelamatkan Extrasolar dari
kekuatan jahat. Oleh karena itu mereka bereinkarnasi, menyalurkan kekuatannya
untuk calon reinkarnasinya.”
Sooman
melipatkan kedua tangannya di atas meja.
“Tapi,
tidak kusangka prosesnya lama sekali dan ternyata masih calonnya sangat muda.
Mungkin bisa dibilang masih terlalu muda.”
Xiumin
dan Kai hanya saling bertatap wajah satu sama lain.
“Lalu,
untuk mencari sisa anggota lainnya?” tanya Kai.
“Sebenarnya
untuk misi yang kedua, aku mempunyai alasan sendiri. Yah, kalian lihat sendiri.
Aku sudah terlalu tua untuk berkeliling kesana-kemari, mencari orang yang tidak
dikenal, harus menyamar, dan... Aku sudah tidak kuat lagi... Hiks...” ujar
Sooman yang mulai melankolis.
“Ne, ne... Kami paham.” Ucap Kai sweatdrop.
“Begitulah,
mungkin ada yang ingin kalian tanyakan untuk misi kedua kalian?”
“Begini...
Bagaimana caranya kita tahu bahwa mereka adalah orang yang kita cari?” tanya
Xiumin.
“Pertanyaan
yang bagus, Xiumin-ah. Kalian ingat tanda
aneh di wajah kalian?”
“Tanda?
Maksud Anda...” Xiumin mengusap pipinya perlahan dan tiba-tiba muncullah ‘tanda
aneh’ yang dimaksud. Tanda yang terlihat sedikit mirip dengan snowflake dan mengkilat.
Kai termangu
melihat Xiumin.
“Jangan
heran, Kai. Kau juga punya,” ucap Sooman tersenyum maklum.
“Ne, saya tahu.”
“Mereka
pun mempunyai tanda, sama seperti kalian. Lagipula kalian juga masih terikat
dalam satu ikatan. Jadi kurasa kalian mempunya feeling tersendiri terhadap sesama anggota pasukan,”
Sooman
berdiri dari kursinya.
“Satu
lagi, sebelum kalian memulai misi ini. Kemungkinan besar, tanda yang mereka
miliki masih bisa terlihat oleh kita. Karena mereka belum menyadari jati diri
mereka yang sebenarnya. Dan bicaralah baik-baik dengan mereka. Berjuanglah,
Pasukan EXO!”
End
of flashback
“Walaupun
mempunyai tanda yang sama, kalau tempatnya tertutup sama saja bohong.” kata Kai
sambil mengaduk-aduk minumannya.
“Kau
merasakan sesuatu? Maksudku... Feeling?”
tanya Xiumin seraya menggigit bakpao-nya
yang terakhir.
“Kurasa
tidak semudah itu. Lagipula aku bukan tipe yang percaya pada feeling,” ujar Kai masih sambil
mengaduk-aduk.
“Yah,
kau sudah selesai?”
“Ne, mencari lagi?”
“Tentu
saja, cepat! Kita akan ke Myeongdong!” katanya semangat.
“Untuk
apa ke sana? Terlalu ramai, tempat yang lain saja.” tolak Kai seraya
melambaikan tangannya tidak setuju.
Xiumin
tidak menghiraukan perkataan Kai dan langsung menarik lengan kanannya lalu
menyeretnya pergi dari kafe.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Myeong-dong,
Seoul
“Sudah
kubilang, di sini ramai...”
“Aku
tahu, tapi... Aku sudah memperhitungkan kemungkinannya kok,” ujar Xiumin dengan
percaya diri.
“Apa
maksud Xiumin-hyung dengan
‘kemungkinan’?” tanya Kai curiga.
“Seperti
yang kau bilang barusan, ramai. Pasti banyak orang. Lagipula di sini juga tidak
sedikit turis yang datang. Dengan menggunakan feeling-ku, kurasa, kita bisa mendapatkan mereka! Tidak hanya satu,
mungkin saja kita bisa mendapatkan kesepuluhnya di sini! Kebetulan yang
menyenangkan, bukan?”
“Itu
bisa saja terjadi, tapi... Terlalu banyak orang di sini!” ucap Kai penuh
frustasi.
“Gunakan
feeling-mu, oke?” kata Xiumin sambil
menepuk pelan bahu Kai.
“Hyung~...” rajuk Kai.
“Sudahlah,
kita cari mereka.” ujar Xiumin tidak mengindahkan rajukan Kai.
Xiumin
dan Kai berjalan menyusuri Myeongdong. Karena terlalu banyak orang, Xiumin dan
Kai memutuskan untuk berpencar.
“Satu
jam setelah berpencar, kita kembali lagi di sini. Tepat di depan Citibank.”
Kata Xiumin mengomando dan direspon oleh anggukan sekenanya oleh Kai.
Xiumin
berjalan ke arah utara, sedangkan Kai berjalan ke arah selatan.
Kai
berjalan dengan sangat santai sementara tangannya dimasukkan ke masing-masing
saku celananya. Tiba-tiba Kai berhenti dan menggumam sesuatu.
“Tunggu
dulu... Bagaimana kalau salah satu dari mereka adalah perempuan? Atau... Yang
lebih parah mereka semua perempuan? Bagaimana kalau mereka berasal dari
Amerika? Oh tidak... Aku ‘kan tidak bisa bahasa Inggris!” katanya agak keras.
Lama
Kai terdiam, matanya melirik orang-orang yang lewat dengan teliti. Tiba-tiba
matanya menangkap sesuatu yang terjatuh.
“Apa
itu?” Kai berlari pelan menuju ‘benda’ yang jatuh tersebut.
“Ini...”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Xiumin
berjalan dengan agak cepat. Kepalanya menengadah ke kiri dan ke kanan. Karena
tidak mendapatkan petunjuk apapun, Xiumin menggaruk kepalanya yang tidak gatal
sambil menggembungkan pipinya.
“Bagaimana
ini? Tidak ada tanda-tanda sama sekali,” katanya bingung.
Xiumin
melirik sekilas swatch hitamnya.
Sudah hampir setengah jam ia berjalan-jalan di kawasan sekitar Myeongdong.
“Tidak
semudah yang kukira. Apa aku kembali saja? Tapi ini belum satu jam,” ucap
Xiumin kecewa. Tidak lama kemudian senyum mencurigakan terpampang di wajahnya.
Ia
pun segera berjalan ke salah satu restoran di Myeongdong.
“Aku
masih punya waktu setengah jam lagi... Hihihi...” katanya sambil terkikik.
Kai
kini tengah berdiri kelelahan karena sehabis berlari.
“Ya
ampun... Dimana dia?” katanya disela engahnya. Kai menggenggam sebuah benda di
tangan kanannya.
“Lagipula
kenapa aku harus mencari pemilik rubik ini?” tanyanya kepada dirinya sendiri.
Kai
mengacak-acak rambutnya kesal lalu berjalan lagi.
“Bagaimana
kalau aku mencarinya di suatu tempat? Di bank
mungkin, toko alat tulis atau... Ah di restoran! Ya, restoran pasti ramai. Kau
jenius Kai!”
Hari
sudah mulai agak gelap, tidak heran sekarang sudah jam lima. Kai dengan jaket
putihnya menudungkan kepalanya kemudian berjalan ke suatu restoran.
“Myeongdong
Tado Haesun...” gumamnya pelan. Ia pun segera masuk ke sana dan disambut oleh
beberapa pelayan. Kai tersenyum sopan membalasnya walaupun jika dilihat
baik-baik itu adalah senyum yang dipaksakan.
Myeong-dong Tado Haesun
Myeong-dong Tado Haesun
Kai
duduk di salah satu kursi di sana lalu melirik ke kanan dan ke kiri. Lalu
tiba-tiba matanya berhenti di suatu objek, orang tepatnya.
“Sepertinya
aku mengenal orang itu? Rambutnya, punggungnya, jaketnya, cara makannya,
pipinya... Pipinya yang... I-itu ‘kan... Xiumin-hyung!!!” pekik Kai kaget. Para pengunjung di sekitar Kai langsung
menatapnya dengan pandangan heran.
“Mianhamnida, mianhamnida,” ucap Kai meminta maaf. Kemudian dengan aura gelap
Kai berjalan menuju meja Xiumin. Xiumin yang sedang asyik memakan kalguksu dan jjolmyeon tidak menyadari kehadiran Kai di belakangnya.
“Halo...
Xiumin-hyung...” sapa Kai dengan
suara baritone-nya yang lebih rendah, hampir mencapai bass.
“Ng?
Ah... Halo, Kai!” balas Xiumin menengadahkan kepalanya ke belakang, melihat
wajah Kai dengan aura gelapnya. Xiumin merasakan firasat buruk akan hal ini.
“Sepertinya
aku sudah menemukan salah satu dari mereka,” ujar Kai.
“Umm...
Benarkah? Itu bagus.” kata Xiumin sambil mengelap bibirnya dengan tissue.
“Ya,
dia ada di sini. Sedang makan,”
“Wow...”
tanggap Xiumin yang sekarang sedang mengelap sumpitnya.
“Kulihat
dia tadi bersama temannya. Tapi, dia terlalu tega sampai-sampai meninggalkan
temannya makan yang padahal sedang kesusahan,”
“...”
“Dan
sepertinya aku sudah tahu apa kekuatannya, dia...”
“Baiklah,
sudah cukup, Kai... Aku minta maaf, aku tadi lapar makanya... Aku singgah ke
sini sebentar,” ucap Xiumin sambil memegang kedua lengan Kai dan menggesernya
untuk duduk di depannya.
“Sebentar,
huh?” tanya Kai dengan tampang bete dan kesalnya.
“Iya,
iya... Maafkan aku. Ngomong-ngomong, apa yang kau bawa itu?” tanya Xiumin
seraya menunjuk rubik yang dipegang oleh Kai.
“Ini?
Rubik.” Jawab Kai singkat.
“Ayolah,
Kai... Jangan ngambek begitu. Kau tahu maksudku, ‘kan?”
“Kutemukan
ini jatuh di jalan. Kupikir aku harus mengembalikannya,”
“Kau
baik sekali. Kupikir ini seperti bukan Kai saja,” ujar Xiumin sambil memegang
dagunya dengan tampang pura-pura heran.
“Feeling-ku mengatakan bahwa aku harus
menemukan pemilik rubik ini,” katanya tidak menatap wajah Xiumin.
“Feeling, eh? Kupikir kau bukan tipe
cowok yang...”
“Hentikan
itu! Lebih baik kita cari pemiliknya,” Kai berdiri dari tempatnya dan pergi
menuju pintu keluar.
“Tunggu
aku, Kai!” teriak Xiumin beranjak dari kursinya menyusul Kai.
Xiumin
berjalan di samping Kai. Kai walaupun dengan ekspresi seriusnya, matanya tetap
mencari-cari di setiap kesempatan.
“Hyung, menurutmu apa yang dia itu orang
yang bagaimana sampai-sampai membawa rubik di Myeongdong?” tanya Kai.
“Aku
tidak tahu. Mungkin dia anak yang jenius?” jawab Xiumin seraya mengangkat
tangannya bingung.
“Jenius
itu... Identik dengan apa?”
“Rajin...
Angkuh?”
“Kurasa
tidak. Yang pasti kalau rajin itu dia pasti rajin belajar.”
“Belajar
ya... Buku, lampu meja belajar yang selalu menyala di setiap malam dan...”
“Pensil!”
celetuk mereka berdua bersamaan.
Mereka
berdua kemudian bergegas ke toko alat tulis yang berada di Myeongdong. Mereka
berdua menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu berlari ke arah counter yang terbuat dari kaca sejurus
kemudian langsung memunggunginya dan bersandar.
“Kau
melihat seseorang yang mencurigakan? Gunakan feeling-mu!” bisik Xiumin tergesa-gesa.
“Ne, ne. Hyung, bisa geser sedikit?”
Xiumin
menggeser badannya sedikit.
“Geser
lagi,” Kai terus menitah dan Xiumin terus menggeser badannya. Salah satu
pelayan yang melihat adegan aneh ini hanya menatap bingung dan menggelengkan
kepalanya, anak muda zaman sekarang, batinnya.
Karena
hanya fokus ke depan, Xiumin tidak melihat bahwa di sebelahnya ada seseorang
dan...
Bruk!
Xiumin
menabrak pelan orang tersebut.
“M-mianhamnida,”
kata Xiumin refleks seraya membungkukkan badan. Sedangkan yang ditabrak hanya
tersenyum sekilas dan melanjutkan kegiatannya.
Kai
memerhatikan orang, atau lebih tepatnya pemuda yang ditabrak Xiumin tadi. Pemuda
itu menunjuk sebuah penyerut pensil berbentuk... Hello Kitty?
Kai
menatap hanya menatap pemuda itu dengan kaget. Salah satu pelayan mengambilnya
dan memberikan penyerut pensil tersebut dan langsung dibayar oleh pemuda yang
menunjuk benda itu tadi.
“Gamsahamnida~”
ujar pemuda tersebut.
Xiumin
juga ikut memerhatikan pemuda tersebut.
‘Logatnya aneh,’ batin Xiumin.
Pemuda
itu pergi bersama teman-temannya yang dominan adalah perempuan, bukan, semuanya
perempuan dan berjumlah tiga orang. Sebelum benar-benar meninggalkan toko
tersebut, pemuda itu berbalik dan tersenyum ke arah Xiumin dan Kai.
Yang
disenyumi malah bingung harus membalas bagaimana.
“Kurasa
dia bukan orang Korea,” kata Xiumin yang terus melihat punggung pemuda itu.
“Taiwan
atau China?”
“Entahlah...”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Seongnakwon Park, Seoul
Hari
sudah malam. Xiumin dan Kai berjalan berdampingan―jangan salah mengartikan hal ini―di sebuah taman bergaya joseon, yang dibangun pada masa
pemerintahan Raja Cheoljong.
“Apakah
hari ini sia-sia?” tanya Kai.
“Aku
sudah menghabiskan waktukuuuuu~!!” jerit Xiumin seraya menjambak rambutnya yang
agak gondrong.
“Kalian
mencariku?”
“Eh?”
pekik Xiumin dan Kai bersama-sama ke suatu objek yang sedang duduk di sebuah
bangku panjang di samping lampu taman yang dipenuhi oleh laron.
‘Pemuda yang tadi!’ batin mereka
bersama-sama lagi yang masih terpaku dengan posisi awal mereka. Kai yang sedang
dalam perjalanan akan melempar rubik tersebut secara horizontal ke arah Luhan
dan Xiumin yang masih dalam keadaan menjambak rambut.
“Kalian
mencari orang yang sama seperti kalian, ‘kan?” tanya pemuda itu seraya
tersenyum ramah.
“EH?”
“Hahaha...
Tidak perlu sekaget itu,” ujarnya kemudian melepas handband berwarna putih yang dilingkari oleh jam tangan di
pergelangan tangan kirinya, menunjukkan sesuatu kepada Xiumin dan Kai.
“AAAAH!!!
Tanda itu!” tunjuk Xiumin yang juga direspon oleh wajah syok Kai.
“‘Tanda itu’?” tanya pemuda itu mengamati tanda di pergelangan tangan kirinya. Tanda
itu berbentuk tiga bulatan yang menyambung di atas dan di bawah, di tengahnya
ada bentuk bulat yang paling besar dan di sekitar atas dan bawahnya ada garis
melengkung.
“Umm...
Ngomong-ngomong, aku ingin mengambilnya,” ucapnya sambil berdiri dan menunjuk
rubik yang dipegang oleh Kai.
“Oh,
ini...” Kai memberikannya dan diterima pemuda itu sembari menyunggingkan senyum.
“Gamsahamnida~”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Sooman’s
office
“Hahahaha...
Usaha yang bagus, anak-anak,” ujar Sooman seraya bertepuk tangan.
“Tidak
kusangka akan semudah ini mendapatkannya,” kata Xiumin seraya berkacak
pinggang.
Kai
yang mendengarnya hanya memasang wajah bete sedangkan pemuda yang berada di
tengah hanya tersenyum polos.
“Jadi,
Luhan, ya? Xi Luhan?” tanya Sooman.
“Ne,” jawab pemuda yang ternyata bernama
Luhan tersebut.
“Sudah
kuduga, pasti orangnya bukan dari Korea,” kata Xiumin sambil melipat kedua tangannya
di depan dada.
“Luhan,
bisa kulihat tandamu?” pinta Sooman.
Luhan
melepas jam tangan dan handband yang
ia gunakan untuk menutupi tandanya.
“Hmm...
Begitu, ya? Jadi, kekuatanmu...”
“Telepati!”
celetuk Kai menepuk genggaman tangannya.
“Salah
besar!” tentang Sooman.
“Hah!?”
pekik mereka bertiga kaget.
“Bukan
telepati, tapi telekinesis.”
“T-telekinesis?”
tanya Luhan.
“Kau
tidak tahu? Oh, jangan-jangan kau ini adalah Luhan yang itu!” seru Sooman
seraya menjentikkan jarinya.
“‘Luhan
yang itu’?” mereka bertiga bingung dengan perkataan Sooman.
“Xi
Luhan, keluargamu memang hebat. Kekuatan membaca pikiranmu, atau telepati,
menurun dari cenayangmu. Kekuatanmu yang sebenarnya adalah telekinesis, berbeda
dengan telepati,” jelas Sooman.
Luhan
hanya diam dengan ekspresi kagetnya.
“Telekinesis
itu yang bagaimana?” tanya Xiumin.
“Mengendalikan
sesuatu dengan bebas sesuai dengan apa yang kita inginkan dengan pikiran,”
“Aku
iri sama kekuatan Luhan deh,” rengut Xiumin.
“Telepati
dan telekinesis,” ucap Kai mengangukkan kepalanya paham.
“Nah,
Luhan... Selamat datang di Pasukan EXO!” sambut Sooman sambil merentangkan
tangannya.
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Xi Luhan
Nama
panggilan: Luhan
Tanggal
lahir: 20 April, 1990
Tinggi
badan: 176 cm
Keahlian:
Telekinesis
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Bongeun
Temple (Gangnam-gu, Seoul)
Hari
ini adalah di Kuil Bongeun sedang diadakan sebuah festival. Di halaman depan
kuil, banyak sekali orang-orang yang juga ikut meriahkan festival ini. Dimulai
dari anak-anak dan orang dewasa berkunjung ke Kuil Bongeun.
Banyak
juga stand makanan yang menjual
makanan khas Korea, para pedagang souvenir
pun tidak ketinggalan ikut mencari keuntungan di sini.
Di
samping kiri kuil, ada orang-orang yang mengenakan baju serba hitam. Sepertinya
akan ada pertunjukan bela diri.
“Whoa~
ramai sekali! Ada acara apa, ya?” seru Luhan melihat sekelilingnya.
“Hmph...
Kenapa aku harus bersamanya?” gerutu Kai pelan sembari menunjuk Luhan yang
sedang asyik dengan dunianya sendiri.
“Tidak
sopan! Begini juga aku adalah seniormu,” kata Luhan sambil memukul tangan Kai
yang menunjuknya. Kai hanya diam dan tidak berkata apa-apa.
Tiba-tiba
semua orang berlari ke depan kuil. Terdengar bunyi gong dari sana.
“Ayo,
Kai, kita ke sana!” ajak Luhan seraya menarik lengan Kai, yang diseret pun
hanya menghela napas panjang.
Dengan
susah payah Luhan dan Kai menyerobot para penonton yang sudah lebih dahulu
datang. Kai meminta maaf dengan sopan dan tersenyum maklum.
“Mianhamnida!
Maafkan teman saya!” ucap Kai yang masih diseret oleh Luhan.
Mereka
pun akhirnya berdiri di barisan paling depan. Luhan memekik senang sedangkan
Kai yang di sebelahnya sudah memandangnya sebal.
Di
depan kuil ada beberapa wanita yang menggunakan cheongsam sedang menari dengan kipas di tangannya. Tidak hanya
wanita, ada juga pria yang menari sambil membawa genderang. Ternyata kuil ini
sedang mengadakan festival dari China.
“Kai!
Ini yang namanya Yangge! Di China,
hari ini adalah hari kelima belas Imlek. Pantas saja ramai sekali,” jelas Luhan,
ada nada bangga dalam kalimatnya tadi.
‘Benar juga, Luhan-hyung ‘kan dari China,’ batin Kai.
Tariannya semakin meriah karena munculnya Barongsai dari
belakang kuil. Semua penonton terpesona, tidak terkecuali Luhan dan Kai.
Lagu pun berhenti menandakan tarian sudah selesai. Tidak
lama kemudian, muncullah sekitar duapuluh orang yang memakai baju serba hitam
tadi. Mereka sedang melakukan gerakan-gerakan wushu.
Para penonton langsung terkagum-kagum oleh
gerakan-gerakan yang hebat tersebut.
Luhan memerhatikan satu persatu gerakannya. Tiba-tiba
matanya menangkap sesuatu yang mengkilat, bukan, lebih tepatnya bersinar
sekejap.
‘Apa itu tadi?’
Luhan mencari-cari kembali dan akhirnya ia menemukan
sesuatu yang bersinar tadi. Sesuatu itu berada di salah satu orang yang
mengenakan pakaian serba hitam yang sedang melakukan wushu.
Karena terlalu jauh, ia memicingkan matanya. Terlihat
olehnya sesuatu yang bersinar kecil di dada seseorang, tepat di antara dadanya
yang bidang. Sangat jelas sekali karena kerahnya berbentuk tarekubi.
“I-itu ‘kan,” Luhan membelalak kaget. Tak disangka akan
menemukannya di sini.
‘Aku harus cepat!’
batinnya semangat dalam hati.
“Kai! Kau lihat cowok itu?” tunjuk Luhan pada orang tadi.
“Hmm... Ya, ada sekitar puluhan cowok di situ,” kata Kai
acuh tak acuh.
“Aku serius! Cowok yang di paling belakang, yang
memakai... Tunggu dulu, kenapa dia pakai sepatu sport di acara begini?” tanya Luhan dengan ekspresi herannya.
“Oh, cowok yang itu. Aku melihatnya, ada apa?”
“Dia menarik...” kata Luhan polos.
“Apa? Hyung...”
Kai melihat Luhan dengan ekspresi penuh curiga.
“Aniya, aniya!
Maksudku, aku tertarik padanya soalnya dia itu hebat sekali~” sanggah Luhan
mengerti arti tatapan Kai.
“Hyung, kau...
Normal, ‘kan?” tanya Kai penuh waspada.
“Aniya, aniya! Ah... Ne, ne! Aku normal, sungguh!” jawab
Luhan seraya mencengkram bahu Kai dengan ekspresi penuh keyakinan.
“Baiklah, baiklah... Hei, lihat, pertunjukannya sudah
selesai,” ucap Kai mengalihkan perhatian.
“Gawat! Ayo, kita ikuti dia!”
“Aduh! T-tunggu sebentar!”
Luhan menarik lengan Kai paksa dan bersembunyi di balik
pohon di samping kuil. Luhan berjongkok dan di atasnya ada Kai yang sedang
setengah berdiri.
“Hyung, kau mau
apa?” tanya Kai sambil berbisik.
“Lihat baik-baik dadanya,”
“Hyung, kau
yad...mmp...hpfff!”
“Jangan bicara sembarangan!” bisik Luhan galak sambil
membekap mulut Kai dengan kedua tangannya.
Kai yang awalnya bertujuan untuk bercanda malah menjadi
bete. Kai menuruti perintah Luhan melihat dada orang tersebut yang sedang
memakai jaket berwarna abu-abu. Ketika orang itu merentangkan tangan kanannya
memasukannya ke lengan jaket. Kerah hitam tarekubi-nya
sedikit tergeser dan terlihatlah sesuatu berupa tanda berbentuk jam pasir yang
bersinar karena terpantul cahaya matahari.
Melihat ekspresi kaget Kai, Luhan tersenyum puas.
“Lihat? Aku tidak seperti yang kau pikirkan,” ucapnya.
“Mianhaeyo...”
ujar Kai tidak menatap wajah Luhan.
“Hahahaha... Ayo, kita ikuti dia.” kata Luhan menepuk
kepala Kai yang lebih tinggi darinya.
Kai sedikit merona dan mengikuti Luhan dari belakang.
Gangnam’s
Street, Seoul
Luhan sudah memakai kacamata hitam dan merapatkan kupluk
coklatnya. Sedangkan Kai menggunakan masker dan menudungkan kepalanya dengan
jaket hitamnya, ia sudah menyiapkan sebuah koran di tangan kanannya. Agak
mencurigakan memang.
Jarak Luhan dan Kai dengan orang tersebut cukup dekat,
kurang lebih lima meter.
Orang berjaket abu-abu itu menoleh ke belakang karena
merasa sedang diikuti. Langsung saja Kai membuka koran dan membacanya, Luhan
sudah duluan berpura-pura melihat poster di samping kirinya karena tahu bahwa
orang itu sudah sadar sedang diikuti.
Merasa orang tersebut sudah tidak memerhatikan mereka
lagi, mereka mulai melakukan aktifitasnya tetapi...
“Eh!? Tidak mungkin! Ke mana dia pergi?” tanya Luhan
sambil melepas kacamatanya.
“Dia menghilang! Jangan-jangan kekuatannya adalah
teleportasi? Sama sepertiku!?” seru Kai.
“Memangnya dari dua belas anggota pasukan ada yang
memiliki kekuatan yang sama?” tanya Luhan.
“Entahlah tapi... Lebih baik kita cari dia dulu!”
Luhan dan Kai mencari-carinya dimulai dari toko alat
musik, mini market, toko parfum, sampai toko mainan.
“Dia tidak ada,” kata Kai melepas tudungnya.
“Aku masih belum paham.”
“Lalu, kalau bukan teleportasi. Namanya apa?” ucap Kai
seraya menaikkan salah satu alisnya.
“Oh, begitu! Berpindah tempat super cepat, ya?” Luhan
menjentikkan jarinya paham.
“Itu sama saja, Hyung!”
“Apakah dengan telepati atau kekuatan telekinesis Hyung bisa melacak jejaknya?” tanya Kai.
“Aku belum pernah melakukan yang satu itu, tapi boleh
juga untuk dicoba.”
Luhan memejamkan kedua matanya.
Pikiran yang
kesepian...
Tidak ada seorang
pun...
Semuanya selalu
begitu...
Tidak ada yang peduli
lagi...
...
...
...
“Dapat!!!” seru Luhan membuat Kai yang sedari tadi
memerhatikannya kaget setengah mati.
“Ya ampun... Bisakah Hyung
tidak tiba-tiba seperti itu?” kata Kai sembari mengelus-elus dadanya.
“Kita ke kuil sekarang!” Luhan lekas pergi meninggalkan
Kai.
“Kenapa tanganku tidak ditarik lagi?” gumam Kai berlari
mengejar Luhan.
Bongeun
Temple (Gangnam-gu, Seoul)
Kini Luhan dan Kai sudah bersembunyi di semak-semak yang
tempatnya tidak jauh dari kuil. Mereka dapat melihat orang tadi sedang
melepaskan sepatu sport putihnya.
“Kekuatanmu fleksibel sekali, ya, Hyung. Umm... Hyung? Kau
mendengarku?” tanya Kai sambil meraba-raba angin di sebelahnya. Tidak ada Luhan
di sampingnya.
“Tunggu!” seru Luhan. Kai yang masih diam di balik
semak-semak hanya bisa menatap kaget dengan mulut setengah terbuka melihat
Luhan yang tahu-tahu sudah menampakkan sosoknya di depan orang itu. Kai pun
menepuk dahinya, ‘Hyung... Apa yang akan
kau lakukan?’
“Hn... Ada apa?” tanya orang tersebut yang masih diam
pada posisi awalnya. Membuka tali sepatu dan membelakangi Luhan.
“Umm... Bisakah kau berbalik?” pinta Luhan seraya
memutarkan tangan kanannya, menyuruhnya agar dia berbalik.
Orang itu akhirnya berbalik. Dengan ekspresi yang sangat
dingin dan menyeramkan, ia menatap Luhan dan Kai―yang masih bersembunyi di balik
semak-semak―secara bergantian.
‘Glek...’ Luhan
dan Kai menelan ludah dengan susah payah.
‘Apakah aku bisa
berbicara dengannya secara baik-baik?’ batin Kai. Kemudian ia keluar dari
tempat sembunyinya.
“Hyung...
Katakan sesuatu,” titah Kai yang sudah berada di sebelah Luhan.
“Begini... Kau adalah kekuatan kami, pria muda!” teriak
Luhan dengan sangat polosnya.
“Apa maksudmu, Hyung!?”
Kai menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Bahasa Koreamu buruk juga,” ujar orang itu yang masih yang
berada di depan Luhan dan Kai. Ia mendengus pelan, menahan tawa.
“Tidak berjalan dengan sukses, ya?” kata Luhan menatap
Kai seraya menjulurkan lidah dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Biar aku saja,” Kai memantapkan langkahnya ke depan
untuk lebih dekat orang tersebut.
“Kai imnida,
kau?”
“...”
“Dia menanyakan
namamu!” seru Luhan dari belakang menggunakan bahasa China.
“...”
Kai menunggu jawaban dari orang yang di depannya.
Set!
“APA!?” Kai baru saja mengedipkan matanya lalu orang
tersebut sudah menghilang.
“Dia cepat sekali!” kata Luhan yang ikut terkejut atas
menghilangnya orang yang beberapa detik lalu masih di depan Kai.
“D-dia bukan hantu, ‘kan?” tanya Kai. Kakinya sedikit
bergetar.
Luhan berpikir keras, berusaha mencari ke mana dia pergi.
Tapi, nihil. Tidak terasa apa-apa sama sekali. Semakin terus ia mencari,
rasanya semuanya menjadi gelap. Dan dingin.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Guest
Room M, SM (Star Mansion) Building
“Begitu rupanya...” kata Sooman seraya menghela napas
panjang.
Xiumin hanya diam sambil memberikan Luhan yang sedang
duduk di tepi tempat tidur secangkir teh hangat.
“Mianhamnida...
Kami gagal dari misi,” ucap Kai menunduk.
Sooman tidak menanggapi, lalu memberikan sebuah potongan
kertas kecil dan sebuah bolpoin dari saku jasnya kepada Kai. Kai menerimanya
kemudian memandang Sooman dengan maksud meminta penjelasan.
“Gambar tanda anak itu,” titahnya.
“N-ne,” Kai
mencoba menggambarnya sesuai dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya
sendiri. Ia menggambar dua buah segitiga sama sisi yang salah satu sudutnya
bertemu satu sama lain. Sisi bawahnya agak melengkung dan Kai mewarnai salah
satu setengah sisinya menjadi warna hitam, lalu...
“Cukup, Kai...”
Kai berhenti menggambar. Kai memberikan kertas tersebut
kepada Sooman.
“Jadi, anak ini, ya?” gumam Sooman.
Luhan dan Kai mengangguk pelan.
“Time control...
Aku pernah bertemu dengannya sekali,” ujar Sooman sembari melihat langit-langit
kamar.
“Time control? Pengontrol
waktu?” Kai masih heran.
“Eh? Jadi, bukan berlari super cepat, ya?” gumam Luhan
kepada dirinya sendiri.
“Lalu, kenapa dia bisa menghilang tiba-tiba?” tanya Kai.
“Bukan menghilang, tapi menghentikan waktu lalu melarikan
diri,” jelas Sooman.
“Kalau begitu, susah sekali mendapatkannya!” kata Xiumin
sambil meremas celananya.
“Tidak. Aku akan bicara padanya, sekarang juga.” ujar
Luhan mantap seraya beranjak dari tempat tidur.
“Hyung... kau
‘kan masih...”
“Tenang saja, bisa kuatasi. Aku pergi dulu,” Luhan
membungkuk dan pergi meninggalkan kamar.
“Kita do’akan saja semoga berhasil,” Sooman pun ikut
keluar. Meninggalkan Xiumin dan Kai yang masih ada dalam kamar.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Mokpo-si,
South Jeolla Province
Luhan
berjalan dengan santainya di sebuah taman. Matanya berkeliaran kesana-kemari
mencari seseorang. Ia mengeratkan syal hitam di lehernya.
Tidak
lama kemudian, akhirnya ia menemukan seseorang yang dicarinya sedang duduk di
pinggiran air mancur.
“Ni hao!” sapa Luhan ramah melupakan
napasnya yang tersengal-sengal.
Orang
tersebut tidak membalas apa-apa.
“Jauh juga kau kabur,” kata Luhan
berbasa-basi,
Orang
tersebut berdiri bermaksud meninggalkan tempat itu.
“Tunggu dulu!” seru Luhan ketika melihat
orang itu mulai berjalan meninggalkannya.
“Apa maumu?” tanyanya seraya berbalik
dengan kedua tangan yang bertengger di kedua saku celananya.
“Tidak enak kalau ngobrol sambil berdiri
begini. Ayo, duduk, Tao...” ujar Luhan sembari menepuk pinggiran air
mancur.
Orang
yang dipanggil Tao tadi hanya menatap Luhan kaget, walaupun tidak kentara
karena ekspresi dinginnya mengalahkan ekspresi kagetnya. Tao pun duduk di
sebelah Luhan.
“Namaku Luhan, Xi Luhan. Aku ke sini
karena...”
“Kenapa kau bisa tahu namaku?” tanya Tao
memotong perkataan Luhan.
“Yah, begitulah... Aku memiliki bakat itu sejak lahir, menurun dari keluargaku,” jelas
Luhan.
“Jadi, apa yang kau inginkan dariku?”
“Aku ingin menjadi temanmu,” kata Luhan
tersenyum.
“Kenapa ingin menjadi temanku?”
“Eh? Umm... Itu...”
“Kalau memang punya tujuan yang lain, katakan
saja,” katanya sangat datar.
“Tidak kok! Tujuanku hanya itu, menjadi
temanmu!” sanggah Luhan.
Tao
menatap Luhan yang sedikit panik, tapi walaupun begitu ia dapat melihat
kesungguhan dari matanya. Cowok ini memang ingin menjadi temannya.
“Kalau begitu, kenapa kau ingin berteman
denganku?”
“Karena kulihat kau kesepian...”
Tao
tidak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya yang luar biasa. Alisnya mengerut
lalu ia berkata,
“Aku tidak butuh yang seperti itu,” ucap
Tao sembari menunduk.
Senyum
penuh harap Luhan memudar. Melihat Tao yang terus menunduk dan tidak berkata
apa-apa lagi, ia melepaskan syal di lehernya lalu melingkarinya di leher Tao.
Tao
yang menyadari perbuatan Luhan langsung menghentikannya.
“Apa yang kau lakukan!?” seru Tao.
“Kau kedinginan, makanya aku...”
“Kenapa kau sampai seperti ini? Mengejarku ke
tempat yang sangat terpencil, membiarkan dirimu sendiri kedinginan, lalu masih
saja bisa tersenyum seperti itu?”
“Itu karena aku tulus ingin menjadi temanmu,” ucap Luhan sambil tersenyum lebar.
Tao
yang baru pertama kali merasakan hal yang seperti ini, tidak tahan lagi untuk
menahan air matanya yang jatuh melewati kedua pipinya.
“Sudah kubilang, aku tidak butuh yang seperti
itu...”
“Tapi... Tao? EH!? Kenapa kau menangis?” tanya Luhan panik.
Tao
sesegera mungkin menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya. Lalu,
tersenyum. Senyum yang belum pernah ia perlihatkan lagi sejak kejadian itu.
‘Rasanya...
Hangat,’ batin Tao.
“Terima kasih, sudah mau menjadi temanku.”
Kata Tao menatap Luhan yang terlihat sangat gembira.
“Sama-sama. Senang rasanya bisa menjadi
temanmu!”
“Lalu, apakah ada yang bisa aku lakukan
untukmu?” tanya Tao.
Mendengar
pertanyaan yang dilontarkan Tao, atau lebih tepatnya pertanyaan yang ia
tunggu-tunggu, Luhan pun menyeringai sangat lebar.
“Kau harus membantuku menyelamatkan dunia!”
seru Luhan seraya berdiri dan menunjuk Tao dengan tangan kanannya.
“Menyelamatkan dunia?”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Sooman’s
office
“Hahahaha...
Akhirnya kau menerimanya juga,” ujar Sooman melihat Tao―yang beberapa tahun
lalu pernah gagal dibawanya―dengan ekspresi kesalnya.
“Kenapa kau mengajakku ke sini?” tanya
Tao menuntut jawaban dari Luhan.
“Hehehehe...”
Luhan hanya membalas dengan cengiran.
“Nah,
Tao? Kau bisa menggunakan bahasa Korea?” tanya Sooman.
“Aku...
Tidak bisa menggunakan bahasa Korea dengan lancar,” ucap Tao sedikit terbata.
“Tenang,
ada kami yang akan membantumu!” kata Xiumin dari balik pintu, Kai berada di
belakang Xiumin.
“Kalian
ini, ketuk dulu sebelum masuk! Dan sejak kapan kalian ada di sini?”
“Mianhamnida, Sooman-ssi. Kami juga ‘kan ingin ikut berkumpul. Masa’ setelah
mendapatkan dua anggota pasukan EXO yang lebih tangguh dan gagah kami
dilupakan?” tanya Xiumin dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat.
“Sudahlah,
Hyung...” ujar Kai seraya menyenggol
lengan Xiumin dengan sikunya.
“Yang
penting sekarang kalian sudah bersama. Selamat datang, Huang Zitao! Welcome!” sambut Sooman.
Tao
mengangguk menandakan ia menerima sambutan oleh Sooman.
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Huang Zitao
Nama
panggilan: Tao
Tanggal
lahir: 2 Mei, 1993
Tinggi
badan: 185 cm
Keahlian:
Pengontrol waktu (Time control)
“Ingat,
misi kalian masih banyak,” ucap Sooman dengan mimik tidak bercanda.
Luhan
dan Tao yang baru bergabung pun menatap Sooman tidak main-main.
“Nah,
Xiumin-ah! Kau mendapatkan misi baru!”
“Eh?
Misi apa?” tanyanya dengan raut yang menunjukkan kekecewaan.
“Ini...”
Sooman memberikan sebuah buku.
“Apa
ini? Buku harian?”
“Buka
saja,”
“Tunggu
dulu! Apa itu tidak sopan kalau membukanya sembarangan?” cegah Luhan.
Xiumin
melihat Luhan dengan buku yang sudah terbuka di halaman pertama.
“A-aku
sudah membukanya sebelum Sooman-ssi
menyuruhku!” kata Xiumin mencoba menghindari tatapan dasar-Hyung-yang-tidak-sopan milik Luhan.
“Tidak ada boleh yang membukanya, kecuali
tidak sengaja! Korea Chuggu Haggyo. Kim...”
“Korea
Chuggu Haggyo? Bukannya itu nama sekolah, ya?” celetuk Kai memotong kalimat
yang dibaca oleh Xiumin.
“Benar,
Kai. Salah satu sekolah sepak bola di Korea,” kata Sooman.
“Gambar
loncengnya bagus,” ujar Tao melihat buku harian yang masih dipegang oleh Xiumin
“Jadi,
misiku adalah mencari pemilik buku ini dengan modus mengembalikan buku
hariannya?” tanya Xiumin.
“Bingo! Asistenku yang menemukannya di
Busan,”
Xiumin
mengangguk-angguk dan membaca buku hariannya bersama Tao, tidak menghiraukan
Luhan yang terus menasihatinya agar tidak membaca bukunya. Kai sweatdrop melihat mereka bertiga.
Sedangkan Sooman yang merasa anak-anak di depannya tidak sopan langsung
berdiri.
“Yah...
Kenapa kalian masih di sini? Xiumin, laksanakan misimu sekarang juga!” titah
Sooman.
“S-siap,
laksanakan!”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Busan
Asiad Stadium, Busan
Xiumin
berada di sebuah stadion sepak bola, ia duduk di kursi penonton sembari memakan
sebuah bakpao.
“Aku
sudah di sini selama hampir dua jam dan tidak ada yang terjadi. Jika aku terus
menunggu sambil duduk begini dan makan bakpao
terus, berat badanku bisa naik,” celotehnya dengan wajah bete.
“GOAAAAL!!!” teriak salah satu orang yang
sedang bermain bola di situ.
“Anak
itu berisik sekali, sih? Catatan terakhir yang ditulis olehnya di buku
hariannya, dia memang akan latihan sepak bola di sini. Lagipula kenapa mereka
tidak memakai name-tag mereka? Aku ‘kan
jadi tidak tahu dia yang mana.”
Xiumin
tetap setia menunggu, sampai akhirnya langit sudah gelap dan lampu stadion
menyala.
“Teman-teman!
Sudah malam, lebih baik kita pulang sekarang!” seru orang yang berada di
lapangan.
“Seharusnya
kalian pulang dari tiga jam yang lalu!” gumam Xiumin agak keras.
Masih
dengan menggumam tidak jelas, ia bisa melihat sesuatu yang mengkilat di
lapangan sana.
“Eh,
apa itu?” Xiumin memicingkan matanya lucu mencari-cari sesuatu yang bersinar
tadi.
Tiba-tiba
ia melihat seorang laki-laki di ujung tempat duduk memisahkan diri dengan
teman-temannya sedang membuka leg-band
di pahanya.
“I-itu...
Berarti dia...” dengan terbata-bata Xiumin meninggalkan bangkunya dan langsung
berlari secepat mungkin yang ia bisa menuju ruang ganti.
“Untung
saja aku membawa baju olahraga untuk persiapan,” gumamnya.
Xiumin
sudah berada di ruang ganti. Ia berpura-berpura membuka bajunya, lalu ia
mendengar suara berisik khas cowok dan langkah banyak orang.
‘Mereka datang!’ batin Xiumin
berdebar-debar.
“Harusnya
kau bisa menendang lebih kuat, Eunhwa!”
“Berisik!
Kau saja yang terlalu cepat menangkapnya,”
“Hahahaha~”
“Kalau
aku pulang jam segini, ibuku bisa marah nantinya,”
“Sangji,
nanti temani aku beli donat di bibi Park Eun, ya!”
Xiumin
hanya bisa memakai baju olahraganya dengan diam dan sesekali menutup kedua
telinganya.
“Ya,
Jongdae! Kau mau ke mana?” tanya seorang laki-laki tinggi yang hanya mengenakan
celana olahraganya.
Orang
yang dipanggil ‘Jongdae’ tadi membalikkan badan lalu menjawab,
“Ke
rumah. Ibuku sedang menunggu,”
“Oh,
ya sudah. Hati-hati, ya!”
Ia
hanya mengangguk kemudian pergi dari ruang ganti.
‘AKU MENDAPATKANMU! Tunggu aku, Kim Jongdae!’
batin Xiumin histeris sambil membereskan bajunya dan pergi mengejar Jongdae.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Xiumin
mengenakan topi sport dan baju
olahraga yang dilapisi oleh pancoat berwarna
hitam.
Di
tengah keramaian Busan di malam hari, Xiumin tetap mengikuti Jongdae. Sampai
pada akhirnya Xiumin memasuki daerah perumahan.
Nam-gu, Gwangju
‘Jadi, dia tinggal di sini?’ tanyanya
pada diri sendiri. Ia melihat Jongdae masuk ke sebuah rumah.
Xiumin
berhenti dan terpaku sejenak.
“Bagaimana
caranya aku masuk?” Xiumin mengepalkan kedua tangannya gemas.
Xiumin
berpikir sebentar lalu memantapkan dirinya.
“Baiklah,
terpaksa aku harus melakukan ini!”
Xiumin
berjalan menujur rumah tersebut. Setelah sampai di depan pintu rumah, ia
menekan bel dengan jari telunjuknya yang bergetar sembari menutup mata.
Ting...
Tong...
Xiumin
bisa mendengar suara kenop pintu yang di buka dari dalam.
“Kamu
siapa, ya?” tanya seseorang yang membukakan pintu. Seorang wanita yang
kira-kira berumur 40 tahunan.
“Annyeonghaseyo, Minseok imnida. A-anu... Saya temannya Jongdae,”
kata Xiumin sedikit gelagapan.
“Geraeyo? Kalau begitu silakan masuk,”
ucapnya ramah.
Xiumin
masuk dengan sedikit ragu, lalu duduk di ruang tamu.
Jongdae’s
House
“Jongdae!
Ada temanmu!” seru wanita itu dari bawah.
‘Gawat! Kalau dipanggil ke sini
bagaimana nantinya!?’ batin Xiumin panik.
Tapi
tidak ada jawaban apa-apa dari Jongdae.
“Anak
itu... Minseok-ah, langsung saja ke
kamarnya, ya. Sepertinya dia sedang tidur.”
“Umm...
Ne,”
“Kau
tahu kamarnya di mana?” tanya wanita itu.
“Aniya...” jawab Xiumin seraya
menggeleng.
“Sudah
kuduga, kau baru pertama kali ke rumah Jongdae, ya? Naik saja ke atas lalu cari
saja pintunya, ada namanya kok,” jelasnya.
“Gamsahamnida!” ujar Xium sembari
membungkuk sopan.
Xiumin
melangkahkan kakinya ke tangga dan berjalan naik ke atas. Sesampainya, ia
mencari-cari kamar targetnya.
‘Ini dia... Kim Jong Dae...’ batin
Xiumin.
Xiumin
menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan, kemudian
memantapkan nyalinya.
Tok...
Tok... Tok...
“Ngghhh...
Tumben sekali... Mereka ‘kan tidak pernah mengetuk pintu kamarku,” keluh
Jongdae seraya bangkit dari tempat tidurnya dan membuka pintu.
“Kenapa
harus di... WAAAH!? Siapa k... hmph!!!”
“Psstt!”
Brak!
Ceklek.
“Tunggu,
tunggu! Aku bisa jelaskan!” bisik Xiumin masih membekap mulut Jongdae.
“Hmph...”
kata Jongdae sambil mengangguk.
Xiumin
melepaskan tangannya lalu mengambil sebuah buku dari ranselnya.
“Ini.”
“Ah...
Buku harianku!” seru Jongdae seraya menerima bukunya dari Xiumin.
“Kau
tidak membacanya, ‘kan?”
“Umm...
Mianhamnida. A-aku tidak sengaja,”
ucap Xiumin takut-takut, sesekali melirik Jongdae yang tidak bereaksi apa-apa.
“Jongdae,
buka pintunya!”
“Ne, eomma! Tunggu sebentar,” ujar
Jongdae sembari berjalan lalu membuka pintu.
“Ini
suguhan untuk temanmu,” kata wanita itu memberikan Jongdae sebuah nampan yang
di atasnya terdapat dua gelas jus lemon.
‘Teman?’ batin Jongdae heran. Lalu menerima
nampannya.
“Ne, gamsahamnida,”
Blam...
Setelah
menutup pintu, Jongdae memberikan satu gelas jus lemon kepada Xiumin. Mereka
meminum jusnya dengan diam, sampai Xiumin berkata sesuatu.
“Jongdae-ssi? Boleh aku bertanya?
“Bertanya
apa?”
“Sesuatu
yang terdapat di pahamu, tepatnya di situ,” kata Xiumin menunjuk paha kanan
Jongdae.
“Oh,
ini...” Jongdae menarik-narik celana pendeknya untuk menutupi tanda tersebut.
“Kenapa?”
“Aku
hanya tidak suka dengan tanda ini. Lagipula aku juga tidak tahu apa-apa tentang
tanda ini, kalau kau mau bertanya,”
“Begini,
Jongdae-ssi. Kau adalah... Bagaimana
cara mengatakannya, yah? Kau itu sama seperti aku,” ujar Xiumin kebingungan.
“Apa
maksudmu?” tanya Jongdae memicingkan matanya curiga.
“Itu...
Aduh, bagaimana, ya?” gumam Xiumin kebingungan.
Kai’s
House
“Makan
ramyeon di malam hari memang terasa
lebih nikmat,” kata Kai seraya membelah sumpitnya.
“Masitge deuseyo!”
Kriiing...
Kriiing... Kriiing...
Kai
mendengar ada sebuah panggilan di telepon selulernya, ia pun memegang kedua
sumpitnya dengan tangan kiri lalu mengambil teleponnya di saku kanan celananya.
“Xiumin-hyung? Yeoboseyo...” sapa Kai datar menjawab telepon dari telepon
selulernya.
“KAI! Cepat ke sini dan bantu aku! Lacak aku
pakai GPS atau tanya saja pada Luhan! Bye!”
Tuut...
Tuut...
“Aish...
Seenaknya saja,” gumamnya bete. Kai melihat ramyeon
miliknya yang belum tersentuh dan tercicipi sama sekali. Dengan sangat
keberatan ia pun menyimpan sumpitnya. Kemudian melihat telepon selulernya. Kai
mencari kontak Xiumin, memilih tab
pilihan lalu menekan “Find –형”.
Setelah menemukan lokasi Xiumin, ia pun menutup mata.
Wuuush~
Kai
menghilang seketika.
Jongdae’s
House
Xiumin
menaruh telepon selulernya di saku pancoat
hitamnya.
Jongdae
masih dalam posisi waspada di atas tempat tidurnya, tiba-tiba...
Wuuush~
Kai
berteleportasi ke lokasi di mana Xiumin berada, tepatnya di kamar Jongdae,
dalam posisi duduk di atas kursi dekat meja belajar milik Jongdae.
“Yah...
Xiumin-hyung, ada apa?” tanya Kai
santai. Sedangkan Jongdae yang melihat Kai hanya bisa membelalakkan matanya
dengan mulut yang terbuka lebar.
“A-a...
A-aaa...” Jongdae pun langsung kehilangan kesadarannya.
“Kai!
Dia pingsan! Bagaimana ini?” seru Xiumin seraya menepuk-nepuk pelan pipi
Jongdae.
“Mollayo...” ucap Kai kelewat santai.
“Lain
kali jangan muncul tiba-tiba begitu! Dia ‘kan belum terbiasa! Aku yang
melihatnya saja kaget,” ujar Xiumin menasihati Kai. Kai yang mendengarnya hanya
mengangguk acuh tak acuh, ia sibuk memikirkan ramyeon yang sepertinya sebentar lagi mulai dingin.
Xiumin
dan Kai menunggu Jongdae hingga sadar.
“Akhirnya
kau sadar juga,” kata Xiumin, ada perasaan lega di dalam hatinya. Xiumin dan
Kai masih melihat Jongdae dengan seksama.
“WAAAAA!!!
K-kali...”
Tok...
Tok... Tok...
“Jongdae-ya,
buka pintunya!” seru seorang wanita.
“E-eomma!? Ne, ne... Tunggu sebentar!”
kata Jongdae sambil berlari menuju pintu lalu membukanya.
“Ini
ada dua roti dan cemilan untuk temanmu... Loh?” wanita itu bingung ketika
melihat Kai.
“Baiklah,
eomma akan mengambil rotinya satu
lagi.” ucapnya masih dengan ekspresi herannya. Lalu ia berjalan ke arah tangga.
“Bukannya
tadi yang datang cuma satu orang? Mungkin aku kelelahan, jadi mulai berkhayal...”
gumamnya sambil memijat pelipisnya kanannya.
Blam...
Jongdae
menutup pintu kamarnya.
“Wah,
ada makanan!” seru Xiumin senang yang dibalas oleh senggolan kecil dari Kai.
“Jadi...
apa tujuan kalian?” tanya Jongdae yang sudah meletakan nampannya di atas meja
belajar miliknya.
“Kau
adalah salah satu dari rekan kami. Mungkin ini sulit dipercaya, tapi kau dan
kami adalah reinkarnasi dari pasukan seribu tahun lalu!” kata Xiumin.
“Hmph...
Jangan bercanda!” teriak Jongdae marah. Ia merasa bahwa dua orang di depannya
main-main.
“Kami
tidak bercanda! Tanda itulah buktinya!” teriak Xiumin tidak mau kalah.
“Kalau
kami tidak serius, aku tidak akan meninggalkan ramyeon-ku sendirian di rumah!”
Xiumin
dan Jongdae melihat Kai yang bertampang wajah bete dengan wajah merahnya, entah
marah atau malu.
“Ah!
Cukup! Lebih baik kalian pergi!” Jongdae langsung membuka pintu kamarnya dengan
kasar.
“T-tapi...
Makanannya?” tanya Xiumin mencoba menahan Jongdae sembari menunjuk roti dan
cemilan yang berada di atas meja belajar.
‘Hyung,
kau tidak berguna!’ umpat Kai kesal,
lalu menarik baju Jongdae. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Jongdae.
“Kumohon...
Dengar baik-baik, kau adalah salah satu dari sang Pe-nye-la-mat Du-ni-a.” ujar
Kai dengan menekankan kalimat ‘Penyelamat Dunia’, sampai-sampai nafas Kai
terasa sangat jelas di wajah Jongdae.
Jongdae
tercengan dengan perkataan Kai. Tiba-tiba tanda milik Kai pun muncul. Tepat di
mata sebelah kirinya. Melewati dari alis, kelopak mata dan kantung matanya.
‘Aku harus melawannya untuk memancing agar
kekuatannya keluar! Tapi, bagaimana? Teleportasi tidak mungkin. Pembekuan? Tidak,
tidak. Kembali ke masa lalu? Membaca pikirannya? Ah, sial! Semuanya tidak bisa
dibutuhkan dalam situasi seperti ini!’ Kai sibuk bergelut dengan pikirannya
sendiri, sedangkan Jongdae sudah tidak tahan dengan posisinya. Xiumin yang
melihatnya juga menjadi tidak nyaman sendiri.
Kai
pun mengeratkan genggamannya di baju Jongdae lalu langsung melemparnya ke arah
tembok di belakangnya. Xiumin pun kaget dan tidak menyangka dengan perbuatan
Kai.
“Kai!?
Apa yang kau lakukan!” seru Xiumin lalu membantu Jongdae berdiri.
“Jangan
bantu dia, Hyung. Kau, keluarkan
kekuatanmu sekarang juga,” titah Kai.
“Apa
yang kau bicarakan! Aku tidak...”
“Cepat!”
Kai pun mengepalkan tangannya, lalu mengarahkannya ke arah Jongdae.
CTAAAAAAAAR!!!
Semuanya
tercengang karena tiba-tiba ada petir yang sangat keras dan sangat dekat.
“A-apa
itu?” tanya Kai, kepalannya tepat di depan hidung Jongdae nyaris mengenai
wajahnya.
Tiba-tiba
Xiumin dan Kai melihat tubuh Jongdae dikelilingi oleh petir kecil.
“Kau?”
Xiumin mulai menjauh dari Jongdae. Kai menyeringai penuh dengan kepuasan.
“I-ini?
Apa yang terjadi? Kenapa tubuhku...” Jongdae memerhatikan kedua telapak
tangannya yang dialiri arus listrik.
“Selamat
datang di keluarga kami...” kata Kai seraya mengulurkan tangan kanannya untuk
membantu Jongdae berdiri. Jongdae termangu, lalu melihat wajah Kai yang sedang
tersenyum. Senyum yang jarang diperlihatkannya.
Jongdae
pun menerima uluran tangan Kai dan tersenyum kecil.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
SM
(Star Mansion) Building
“Luhan
imnida!” seru Luhan seraya meraih tangan
Jongdae untuk bersalaman sambil tersenyum ramah.
“N-ne, Kim Jongdae imnida...” balas Jongdae agak canggung.
“Loh?
Kai? Kenapa tanganmu?” tanya Luhan menunjuk tangan kanan Kai yang diperban.
“Ini...
Tanganku terkena luka bakar kecil,” jawab Kai datar sesekali menengok ke arah
Jongdae.
“Oh,
begitu,” angguk Luhan.
Xiumin,
Jongdae dan Kai yang diikuti juga oleh Luhan bertemu dengan Sooman bersama
asistennya dan para guru di koridor.
“Oh...
Xiumin, Luhan, Kai? Dan...”
“Jongdae!
Kim Jongdae! Dia rekan baru kami!” seru Luhan semangat sambil memegang tangan
kanan Sooman dengan kedua tangannya dan berlompat-lompat kecil.
Semua
orang yang melihat kelakuan Luhan hanya bisa sweatdrop.
Sooman’s
office
“Begitu,
ya? Kim Jongdae...”
Jongdae
hanya mengangguk pelan.
“Mulai
sekarang namamu adalah Chen!”
“Chen?”
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Kim Jongdae
Nama
panggilan: Chen
Tanggal
lahir: 21 September, 1992
Tinggi
badan: 178 cm
Keahlian:
Petir (Lightning)
Controlling
Class
“Yang
perlu diperhatikan adalah ketika emosi kalian sudah menguasai kalian, jadi
sebisa mungkin tahanlah emosi kalian...” kata seorang guru di salah satu kelas di
lantai lima.
Kelas
ini dihuni oleh satu guru dan lima murid, yaitu Xiumin, Luhan, Chen, Tao dan
Kai.
“Psst!
Setelah ini kalian ada acara tidak?” bisik Luhan kepada yang lain.
“Tidak
ada. Memangnya kenapa?” tanya Xiumin. Kai menjawab tidak, Chen dan Tao hanya
menggelengkan kepala.
“Aku
ingin membeli tempat pensil, sekalian mencari rekan-rekan yang lain!” jawab
Luhan dengan suara pelan. Sedangkan guru mereka masih menerangkan.
Semuanya
menatap Luhan ragu, kemudian...
“Aku
ikut denganmu. Aku juga mau membeli obat,” kata Kai seraya melihat tangan
kanannya yang diperban.
“Mianhamnida, aku harus cepat pulang ke
rumah.” kata Chen.
“Aku
mau mengurus kucingku,” kata Tao.
“Aku...”
“YAH!
Kalian semua! Bisakah kalian menghargaiku sebagai guru di sini? Kalian hanya
berlima dan berani-beraninya kalian semua dengan santai berdiskusi seperti
itu!” teriak guru tersebut sambil melempar penghapus papan tulis.
“M-mianhamnida, songsaenim...”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Insadong,
Seoul
“Lalu...
Apa yang akan kau lakukan setelah ini?” tanya seorang perempuan kepada pemuda
yang duduk di depannya seraya mengaduk-aduk kopinya.
“Tidak
tahu, berkelana mungkin...” guraunya, yang bertanya hanya bertampang wajah
sebal.
“Hahaha
jangan memperlihatkan wajah yang begitu, jelek sekali,”
“Makanya
jawab yang serius!”
“Serius,
aku tidak tahu, Hyekyo. Pokoknya... dukung saja aku,” kata pemuda tersebut.
“Tentu
saja... Yixing...”
Myeong-dong,
Seoul
“Harganya
1,500 won,”
Luhan
memberikan sejumlah uang kepada karyawan tersebut. Lalu mengambil kantung
plastik yang berisikan tempat pensil Hello Kitty di atas counter.
Nam-gu,
Ulsan
“Kau
suka sekali dengan Hello Kitty, ya?” tanya Kai.
“Ne!”
Pembicaraan
mereka pun berakhir. Malam hari di distrik Nam sangat sepi sekali. Tidak heran
karena sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Mereka
tiba di sebuah apotek. Chosun Pharmacy. Luhan dan Kai masuk ke dalam apotek
tersebut.
Di
sisi lain...
Dong-gu,
Ulsan
“Akhirnya
pulang juga~” kata seorang cowok sambil melipatkan kedua tangannya di belakang
kepalanya. Teman di sebelahnya di menyahut apa-apa.
Kedua
cowok tersebut kelihatannya baru saja keluar dari sebuah tempat bimbingan
belajar.
“Yah,
Sehun-ah! Bagaimana kalau lusa kita
pergi untuk karaoke? Ujian ‘kan masih dua minggu lagi?” ajak temannya itu.
“Tidak
bisa, eomma tidak bakal
mengizinkanku,” kata cowok yang dipanggil ‘Sehun-ah’ tersebut.
“Ah,
kau tidak seru! Baiklah aku duluan, ya!” serunya sembari berbelok ke arah kiri.
Sehun hanya melambaikan tangannya.
Ia
berjalan sendirian di tengah kesunyian di malam hari. Ia melirik jam di telepon
selulernya.
‘Jam setengah sepuluh... Pantas saja sudah
sepi,’ batinnya.
Ia
menaruh kembali telepon selulernya di saku jaket tebalnya yang berwarna
abu-abu.
Di
tengah perjalanan ia sesekali menggosok-gosok telapak tangan dan hidungnya
karena suhu yang sangat dingin.
Tap...
Tap...
Sehun
refleks menoleh ke belakang karena merasa ada yang mengikutinya.
“Siapa?”
tanyanya.
Tapi
tidak ada yang menyahut. Ia pun melanjutkan kembali untuk berjalan, kali ini
lebih cepat dari sebelumnya.
Tap...
Tap... Tap...
Semakin
Sehun berjalan lebih cepat, langkah yang ia dengar di belakangnya lebih dekat
dan cepat.
Chosun
Pharmacy
Luhan
dan Kai sedang menunggu sang apoteker selesai dengan urusannya.
“Lama
sekali, padahal ‘kan ini hanya luka bakar biasa,” kata Kai bete.
“Jangan
begitu, mereka sedang melakukan yang terbaik. Lagipula luka bakarmu itu masih
sangat baru dan aku pikir itu bukan setruman biasa hihihi...” ucap Luhan seraya
terkikik centil.
Kai
yang merasa terejek oleh kikikkan Luhan hanya memalingkan wajahnya yang bete.
Dong-gu,
Ulsan
Sehun
mempercepat langkahnya dan akan berlari jika saja...
“Siapa
ka... Hmppph! Hpffftt!!!” Sehun bisa merasakan dirinya diseret dan dibawa ke
sebuah gang yang kecil.
“Serahkan
semua yang kau punya, bocah!” kata seorang pria berjaket kumal dan berkupluk
cokelat sambil menodongkan sebuah pisau ke leher Sehun.
“A...
Aku... Ukh! Lepas!” ujar Sehun agak keras. Sehun berontak dan mencoba untuk lari.
“Tidak
mendengarkan rupanya,”
Craaaash!
Leher
Sehun menjadi korban dari pisau tajam tersebut.
“AAARGH!”
pekik Sehun kesakitan karena lehernya yang tergores dan mulai mengeluarkan
darah yang tidak sedikit.
Sehun
memegang lehernya dengan kedua tangannya, lalu meronta kesakitan.
Tiba-tiba
pria itu melihat sesuatu yang berkilauan di leher Sehun. Ketika ia mendekat
untuk melihat lebih jelas,
“Heh,
hanya tato...”
Tanpa
memerdulikan rintihan Sehun, ia langsung mengambil ransel milik Sehun yang
berukuran sedang. Membukanya lalu mencari-cari barang berharga di dalamya.
Akhirnya pria tersebut menemukan sebuah dompet berwarna hitam lalu mengambil
semua isinya dan membuang dompet itu sembarangan.
Ia
langsung berlari dan membiarkan Sehun yang menahan kesakitan.
“Udaranya
dingin sekali,” kata Luhan yang mulai menggigil.
Kai
tidak menghiraukan perkataan Luhan, melainkan melihat seorang pria yang
berlari-lari dari sebuah belokan ke arah mereka berdua.
Di
sekitar sini terlalu sepi dan gelap. Karena Kai terlalu fokus ke sebuah benda
yang dibawa oleh pria tersebut, ia tidak menyadari bahwa dirinya dan Luhan
ditabrak oleh pria tersebut.
Braaak!
“Aduh!”
seru Luhan yang bokongnya terhempas jatuh ke bawah.
Kai
membantu Luhan berdiri. Lalu melihat pria tersebut yang kian jauh dari mereka.
“Tidak
tahu diri! Sakit...”
“Luhan-hyung... Ayo, cepat!” ucap Kai sambil
menarik lengan Luhan paksa.
“Ya-yah!
Aw! Kenapa tiba-tiba leherku pegal...” ujar Luhan sembari meraba-raba lehernya.
Mereka
berdua berlari pelan lalu berbelok ke arah gang―belokan di mana pria tadi
muncul―yang sangat sempit.
“YA
AMPUN!” Luhan segera mendekati seseorang yang terkapar sambil memegangi
lehernya yang sudah penuh oleh darah.
“B-bertahanlah,
kami akan mencari bantuan!” kata Luhan seraya memegang salah satu tangan cowok
tersebut yang dipenuhi oleh darah juga.
Kai
keluar dari gang dan melihat sekeliling untuk mencari bantuan.
“Tolooooong!”
teriak Kai, tetapi tidak cukup keras untuk didengar oleh orang-orang yang jauh
di sana. Berjalan ke arah mana saja untuk menghilangkan ketakutannya.
“Bertahanlah!
Bertahanlah sebentar lagi!” seru Luhan yang mulai menangis, karena kemampuan
telepatinya. Ia bisa merasakan kesakitan yang diderita cowok tersebut. Luhan
mencoba memeriksa saku jaketnya. Lalu Luhan menemukan sebuah telepon seluler.
Karena suasana yang begitu menegangkan, dengan tangan kirinya yang bersih ia
mencoba memeriksa kontak untuk menghubungi ambulans dan salah satu keluarganya.
“Sial!
Baterainya sudah mau habis!” umpat Luhan kesal.
Kai
yang sudah sangat bingung karena kondisi seperti ini baru pertama kali
dialaminya menoleh ke belakang. Lalu membelalak kaget ketika melihat wajah
cowok yang terbaring di bawah.
“Tunggu
sebentar!” teriak Kai, masih di posisinya.
“Kau...
S-Sehun?” Kai menatap cowok yang bernama Sehun tersebut.
“Kau
mengenalnya, Kai?” tanya Luhan.
“Ne, dia satu sekolah denganku...” jawab
Kai dengan ekspresi paraunya.
Luhan
mencoba menenangkan Sehun, ia melihat sesuatu yang berkilau. Sesuatu yang
berada di leher
“Eh?
Apa itu?” Luhan mencoba membersihkan darah dari leher Sehun yang tidak terkena
luka dengan punggung tangannya.
‘I-ini...’
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Junggugeo
Mansion
“Hari
ini sampahnya cukup banyak,” ujar pemuda yang diketahui bernawa Yixing.
Ia
keluar dari kamarnya lalu berjalan menuju lift.
Ting...
Pintu
lift terbuka di lantai dasar. Yixing
berjalan ke arah pintu samping, tempat di mana ia membuang sampahnya.
Yixing
sampai di depan pintu. Ketika ia membuka pintunya, tiba-tiba kantung plastik
hitam yang berisi sampahnya terjatuh.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Dong-gu,
Ulsan
“Sebentar
lagi, bertahanlah!”
Brak!
Seseorang
membuka pintu di salah satu bangunan yang ternyata ada sebuah mansion.
“Eh?”
“Hn?”
Pluk...
Kantung
plastik berisikan sesuatu jatuh dari tangan seseorang yang membuka pintu tadi.
“K-kau
tinggal di sini? Tolong! Dia terluka! Bisakah kau mencarikan kami bantuan?”
tanya Kai panik seraya mendekati seseorang tersebut, namun ia tidak
menghiraukan perkataan Kai.
Seseorang
itu mendekati Sehun lalu mengisyaratkan agar Luhan menjauh.
Luhan
berdiri lalu berjalan ke arah Kai yang hanya menatap panik sekaligus bingung
melihat perlakuannya.
Ia
mendekatkan kedua tangannya ke leher Sehun, tiba-tiba kedua tangannya
mengeluarkan cahaya.
Luhan
dan Kai membelalakkan matanya kaget, lalu mereka saling menatap satu sama lain.
“D-dia...
Masa’, sih...” kata Luhan terbata-bata.
Luka
Sehun yang memanjang diagonal mengikuti bentuk lehernya pun menutup perlahan.
Meskipun lehernya masih dipenuhi darah, lukanya benar-benar menutup dan seperti
menghilang begitu saja.
Ketika
wajahnya menengadah ke arah Luhan dan Kai, poninya yang agak panjang tersibak.
Luhan
dan Kai dibuat terkejut kembali karena sesuatu yang bersinar di dahinya.
“Tanda
itu!” seru mereka bersamaan sambil menunjuk dahi seseorang tersebut dari jarak
yang agak jauh.
Dia hanya
mengernyit heran melihat Luhan dan Kai.
“B-bolehkan
aku tahu siapa namamu?” tanya Luhan.
“Namaku...
Zhang Yixing...”
“Oh...
Kau bukan berasal dari Korea, ya?” ujar Kai.
“Bukan.
Aku lahir di,” kata seseorang yang bernama Yixing tersebutm masih dalam posisi
setengah duduknya. Lalu ia melihat Sehun yang pingsan.
“Mianhamnida...
Kamarku berada di lantai empat. Aku tidak tahu ada kecelakaan di sini. Lagipula
di sini memang sudah menjadi kebiasaan tidak ada di rumah dari jam delapan
hingga tengah malam. Lantai dasar di mansionku juga tidak ada orang sama
sekali,” jelas Yixing dengan bahasa Korea yang lumayan lancar.
Luhan
dan Kai hanya mengangguk paham dengan tatapan sendu.
“Sebaiknya
kalian membawa teman kalian ke rumah sakit, sepertinya ia kehilangan cukup
banyak darah,” ucap Yixing sembari mengambil kantung plastiknya yang jatuh.
Lalu membuangnya di tempat sampah di sebelah pintu.
“Apakah
di sekitar sini ada rumah sakit?” tanya Luhan.
“Tentu
saja tidak ada, di sini cukup jauh dari metropolitan. Telepon ambulans saja,”
“Umm...
Sebenarnya... Kami tidak punya dan tidak tahu nomor ambulans maupun rumah
sakit...” kata Luhan seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Yixing
yang mendengarnya hanya merespon perkataan Luhan dengan wajah datar, ia pun
masuk ke dalam mansionnya.
Luhan
dan Kai hanya diam dengan kepergian Yixing ke mansionnya.
Luhan
menghampiri Sehun yang tergeletak di bawah, ia membuka jaket musim dinginnya
sehingga tampak ia hanya memakai baju berlengan panjang berwarna putih.
Kemudian ia Luhan membuka lagi baju berlengan panjangnya dan ia kini hanya
memakai kaus dalam yang sangat tipis.
“Luhan-hyung! Apa yang kau lakukan!” seru Kai
menatap kaget Luhan yang hanya memakai kaus dalam.
Luhan
tidak mengindahkan seruan Kai, ia memakai kembali jaketnya. Baju lengan
panjangnya ia gunakan untuk membersihkan leher Sehun dari darah.
Kai
tercengang melihat perbuatan Luhan.
Tidak
lama kemudian datang sebuah ambulas, diikuti oleh Yixing yang keluar dari
mansionnya lewat pintu depan.
Dua
perawat pria keluar dari ambulans sambil membawa sebuah tandu.
Mereka
berdua berlari kecil ke arah Sehun lalu memindahkan Sehun ke tandu dan
membawanya ke ambulans.
“Tunggu!
Bolehkah kami bertiga ikut? Kami temannya!” seru Kai kepada dua perawat
tersebut.
Salah
satu perawat tersebut tampak berfikir, tetapi akhirnya ia membolehkan mereka bertiga
untuk ikut.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Hyekyo
baru saja kembali dari supermarket. Ia melihat di depan mansion teman dekatnya
ada sebuah ambulans.
Dengan
tangan yang penuh dengan makanan, ia berusaha membuka pintu mansionnya dan
berlari ke lantai atas. Ke kamarnya. Lalu mencoba menghubungi nomor temannya
tersebut.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Gyeongju
Hospital
Luhan,
Yixing dan Kai duduk di bangku di depan ruang emergensi.
“Kenapa
aku juga ikut?” tanya Yixing entah kepada siapa.
Luhan
dan Kai yang tadinya sibuk berfikir di pikiran masing-masing pun tersadar. Sadar
bahwa mereka sedang bersama Yixing.
“Benar
juga! Yixing... Bisakah kau menceritakan tentang... Umm... Tentang kekuatanmu
tadi?” tanya Luhan.
“Aku
tidak yakin tapi... Mungkin kalian bisa kupercaya,”
Kai
yang sedari tadi berdiri, kini duduk di sebelah Yixing.
“Pertama
kali aku menyadari sesuatu dalam diriku adalah ketika diriku berumur sepuluh
tahun. Dimana ketika itu aku masih tinggal di Changsha, Hunan di China. Aku
tinggal di rumah bersama ibu dan nenek.
Waktu
itu ibuku sedang pergi. Aku disuruh oleh ibu untuk menjaga nenek yang sakit.
Aku yang masih kecil pun hanya menurut. Lalu ketika aku sedang belajar,
tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang pecah di kamar nenek.
Aku
langsung berlari ke kamar nenek dan melihat nenek sudah terkapar di lantai yang
penuh dengan pecahan gelas. Hidung nenek mimisan dan tangannya dingin sekali.”
Yixing mengambil jeda sesaat.
Luhan
dan Kai masih penasaran dengan kelanjutannya.
“Aku
pun langsung menangis saat itu juga. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku
mencoba untuk berdo’a sambil memegang tangan nenek. Tiba-tiba dari tanganku
keluar sebuah cahaya. Karena menangis, penglihatanku kabur. Kupikir aku salah
lihat, jadi aku mencoba untuk menghapus air mataku.
Tetapi
itu memang cahaya. Tangan nenek pun menghangat, walaupun darah masih mengalir
dari hidungnya meskipun hanya sedikit. Setelah yakin bahwa nenek baik-baik
saja, aku berlari ke dapur dan menelepon ibu.
Nenek
dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang bahwa nenek tadi sempat sekarat. Aku pun
menangis kembali. Jika saja aku telat dan tidak memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan. Mungkin nenek sudah tidak ada.” ucapnya mengakhiri cerita. Tidak
sadar bahwa kedua matanya sudah berkaca-kaca.
Luhan
yang mendengarnya tidak tahan untuk menangis, sedangkan Kai hanya mengangguk
mengerti dan sweatdrop melihat wajah
Luhan.
Brak...
Pintu
ruang emergensi terbuka.
“Keluarga
atau kerabat atas nama Oh Se Hoon?” tanya dokter yang membuka pintu tadi.
“K-kami
kerabatnya...” kata Kai seraya berdiri dan mengangkat tangan kanannya. Diikuti
oleh Luhan dan juga Yixing yang kebingungan.
Room
A - 12
Mereka
bertiga masuk ke dalam ruangan di mana Sehun berada.
“Menurut
kalian, apa kita hubungi saja keluarganya?” tanya Yixing agak khawatir.
“Tidak.
Aku punya rencana lain yang jauh lebih bagus,” kata Kai dengan seringainya.
“Umm...
Kai? Kau...” Luhan menatap seringai milik Kai dengan ekspresi curiganya.
“Kau
bisa membaca pikiranku, Hyung?
Mianhaeyo... Mungkin kalian bisa pulang naik taksi, aku akan berkemas
dulu,” ucap Kai seraya mencabut pelan jarum suntik di lengan Sehun yang
terhubung dengan kantung darah yang digantung.
Luhan
dan Yixing yang melihat aksi nekat Kai langsung mendekati Kai.
“Apa
yang kau lakukan!” seru Luhan sembari memegang bahu Kai.
“Tenang,
Hyung... Aku jamin di Star Mansion
dia akan baik-baik saja,” kata Kai yang melepaskan pegangan Luhan di bahunya.
Lalu menggendong Sehun dan berteleportasi.
Wuuush~
Yixing
menatap kepergian Kai yang kilat dengan kaget.
“Jadi,
ini maksudnya? Tapi dia benar-benar serius. Padahal tadi cukup bahaya,” ujar
Yixing.
“Lalu...
Bagaimana kita harus menjelaskan semua ini?” tanya Luhan sambil menunjuk sprei
yang berantakan menandakan pasien tidak ada, jarum suntik yang tergeletak di
bawah dengan darah yang masih mengucur dan juga selimut yang berada di lantai.
Yixing
yang melihatnya hanya tersenyum pasrah.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
SM
(Star Mansion) Building
“Kim
Jongin! Siapa yang kau bawa itu!” seru Xiumin seraya melihat Sehun yang masih
berada dalam gendongan Kai.
“Ternyata
tidak pas di ruang kesehatan. Hyung,
boleh aku minta tolong?”
Xiumin
langsung memanggil para staf kesehatan untuk memeriksa Sehun.
Sehun
pun langsung dibawa ke kamar untuk dirawat.
“Kai,
jangan bilang dia...”
“Ya,
dia salah satu dari Pasukan EXO,” kata Kai.
“Lalu
dimana Luhan?” tanya Xiumin.
“Oh,
dia bersama Yixing,”
“Yixing?”
Xiumin dengan ekspresi bingungnya memiringkan kepalanya sedikit.
“Benar
juga! Aku dan Luhan-hyung dapat dua
loh,” kata Kai, terlihat rasa kepuasan dari cara bicaranya tadi.
“Jinjja! Bagaimana bisa?” tanya Xiumin
yang mulai tertarik.
“Yah...
Panjang ceritanya, lain kali saja. Aku mau istirahat dulu,” ujar Kai yang kini
berjalan ke arah kamar tamu.
Xiumin
yang mendengarnya langsung memasang wajah bete.
“Luhan
dimana, ya? Aku juga penasaran dengan seseorang yang bernama Yixing itu,”
Xiumin
pun pergi menuju lift, pergi ke
kamarnya.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Guest
Room K, SM (Star Mansion) Building
Sehun
membuka matanya perlahan. Ia meraba-raba lehernya―di mana waktu itu terdapat
luka di sana―yang
sudah sembuh, walau terasa sedikit sakit dan pegal. Ia tercenung sesaat.
“Mengapa
lukanya...”
Sehun
mencoba mengingat kembali ketika ia terkapar di jalanan sempit, tiba-tiba ada
seseorang, atau dua orang lebih tepatnya mendekatinya dan... Ia tidak bisa
mengingatnya lagi. Lalu yang ada di pikirannya saat ini adalah, di mana ia
sekarang?
“Eh?
Kau sudah bangun rupanya,” kata seseorang yang baru saja membuka pintu. Di
tangan kirinya terdapat sebuah nampan dengan sup dan teh hijau di atasnya.
Sehun
pun duduk di atas tempat tidur.
“A-aku
ada di mana?”
“Kau
berada di tempat yang aman. Tenanglah. Ini, kubawakan semangkuk sup dan segelas
teh,” kata Xiumin ramah. Xiumin meletakan nampannya di atas kedua paha Sehun yang
tertutup oleh selimut.
“Kau
bisa makan sendiri, ‘kan?” tanya Xiumin seraya berkacak pinggang.
Sehun
hanya mengangguk pelan.
“Aku
tinggal sebentar, ya,” kata Xiumin sambil berlari kecil ke arah pintu. Namun
sebelum menutup pintu dan benar-benar meniggalkan kamar, ia berbalik menghadap
Sehun.
“Jangan
ke mana-mana, oke?” ujarnya, lalu menutup pintu.
Sehun
yang mendengarnya hanya diam. Kemudian ia mengangkat bahu dan melanjutkan
kembali sarapannya.
“Sup
ini enak juga,” katanya sembari memakannya lahap.
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Sooman’s
office
“Hai,
Sooman-ssi! Bagaimana kabarmu?” tanya
Xiumin yang melambaikan tangannya berlebihan di depan meja Sooman.
“Jangan
sok akrab denganku, lagipula kita baru bertemu dua menit yang lalu,” kata Sooman
yang sedang menyesap tehnya.
“Sooman-ssi selalu saja begitu, kita ‘kan sudah
berteman selama kurang lebih setahun,”
“Jadi,
ada apa, Xiumin-ah?” tanya Sooman
yang mulai kesal dengan Xiumin yang tidak to
the point.
“Begini,
dia sudah bangun. Perlu aku bangunkan yang satu lagi? Lalu berkumpul di kamar
tamu?”
“Bangunkan
saja. Setelah itu panggil yang lain dan siap-siap untuk ke kamar tamu,” ucap
Sooman dengan nada perintah.
“Siap,
laksanakan!” ujar Xiumin sembari hormat, lalu membungkuk sebentar dan pergi
dari ruangan milik Sooman.
Guest
Room M, SM (Star Mansion) Building
“Sepertinya
pemuda bernama Yixing ini sudah bangun, lebih baik aku ketuk saja,”
Tok...
Tok... Tok...
Brak...
“Ada
apa?” tanya Yixing.
“Bisakah
ikut denganku sebentar? Ada yang ingin kami beritahu padamu,”
“Umm...
Baiklah,”
Xiumin
dan Yixing berjalan ke arah kamar tamu yang ditempati oleh Sehun.
Xiumin
membuka pintu dan mendapati Sooman, Luhan, Tao dan Kai telah berada di sana.
“Nah...
Apa yang kalian tunggu?” tanya Xiumin seraya merapihkan bajunya.
“Aku
sudah mengirim e-mail pada Chen-gege, tapi ia belum membalasnya,” kata
Tao sembari memeriksa telepon selulernya.
“Biar
aku yang urusi dia,” ujar Kai, tanpa aba-aba ia sudah berteleportasi.
Wuuush~
“Dia
akan menggunakan cara paksa lagi,” ucap Luhan sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
Sehun
yang melihat Kai menghilang langsung membelalak kaget. Sedangkan Yixing yang
sudah pernah melihat Kai berteleportasi hanya terkejut sedikit.
Wuuush~
Kai
sudah datang kembali dengan teleportasinya bersama Chen yang masih mengenakan
pakaian tidurnya dalam hitungan detik.
“Yah...
Aku baru saja membaca e-mail dari
Tao. Tahu-tahu sudah dibawa ke sini, aku ‘kan belum mandi,” kata Chen dengan
wajah yang masih mengantuk.
“Sudahlah.
Semuanya sudah berkumpul di sini ‘kan?” tanya Sooman.
Semuanya
melihat satu sama lain. Kecuali Yixing dan Sehun yang benar-benar kebingungan,
tidak tahu harus berkata apa di lingkungan yang asing ini.
“Zhang
Yixing dan Oh Sehun, kalian ingin tahu mengapa kalian dibawa ke sini?”
Yixing
dan Sehun mengangguk agak ragu.
“Itu
karena kekuatan yang kalian miliki,”
“K-kekuatan?
Apa maksud Anda?” tanya Sehun.
“Kau
pernah melihat suatu tanda di salah satu bagian tubuhmu? Di leher tepatnya,”
kata Sooman.
Sehun
pun langsung menyentuh lehernya, di mana tanda itu berada.
“Tanda
itu merupakan bukti bahwa kalian mempunyai kekuatan. Kekuatan yang kalian
terima dari sang pasukan, Pasukan EXO. Kalian berdua adalah salah satu dari
reinkarnasi Pasukan EXO!” kata Sooman seraya mengepalkan tangan kanannya.
“Reinkarnasi?
P-Pasukan EXO? Kau tidak bercanda ‘kan, ahjussi?”
Sehun menatap sengit Sooman, tidak percaya dengan perkataan Sooman.
Sooman
yang ditatap begitu hanya tersenyum.
“Pegang
tanganku,” titahnya.
Sehun
pun menuruti, walau pun enggan. Tiba-tiba ia merasa ada yang bergerak dari
balik baju dan selimutnya. Sejuk. Sehun pun menutup kedua matanya, merasakan
sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Jadi,
kekuatanmu angin, ya?” Sooman melepaskan pegangan tangan Sehun. Sehun membuka
kedua matanya, ia baru sadar. Baru sadar ia mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya.
Angin.
Sehun
bisa merasakan dadanya bergejolak.
‘Perasaan apa ini?’ batinnya dalam hati.
“Kau
baru mengeluarkan kekuatanmu. Jadi, wajar saja jika rasanya berbeda,” kata
Luhan ramah yang tahu isi pikiran Sehun.
“Yixing,
kupikir kau sudah tahu banyak tentang jati dirimu yang sebenarnya?” ujar Sooman
yang kini menatap Yixing.
“Ne... Luhan menceritakannya tadi malam,”
ucap Yixing sedikit canggung.
“Jadi...
Bagaimana keputusan kalian? Mau bergabung dengan kami dan memulai sebuah misi
atau... Membiarkan kekuatan kalian membunuh kalian sendiri?”
Yixing
dan Sehun yang mendengarnya menatap Sooman kaget. Bukan hanya mereka, bahkan
Xiumin, Luhan, Chen, Tao dan Kai pun sama kagetnya.
“A-apa
maksudnya!” seru Xiumin dan Luhan bersamaan.
“Ups...
Mungkin aku akan memberitahukan yang satu ini setelah semuanya benar-benar
terkumpul. Bagaimana... Yixing? Sehun?” tanya Sooman sekali lagi.
Yixing
pun mengangguk dengan yakin.
“Baiklah,
aku bergabung,” katanya.
Melihat
Yixing yang percaya diri membuat Sehun semakin bingung, tapi akhirnya ia
memutuskan.
“Aku...
Akan bergabung,”
“HORE!!!”
seru Luhan sembari mengangkat kedua tangannya ke atas. Perilaku Luhan yang
kekanak-kanakan mengundang perhatian semua orang yang ada di ruang itu.
“A-ada
apa? Seharusnya kalian juga senang karena mereka mau bergabung!” ujar Luhan
dengan pipinya yang merona. Manis sekali.
“Hahaha
ne, ne. Selamat datang, Yixing dan
Sehun!” sambut Xiumin ceria.
“Selamat
datang~” Chen pun ikut menyambut juga dengan senyumnya yang menawan.
Sedangkan
Tao dan Kai hanya tersenyum tipis.
“Zhang
Yixing, karena kau sudah resmi bergabung dengan kami, maka ada nama khusus
untukmu...” Sooman memberikan jeda sebentar.
Yixing
menunggu kalimat Sooman selanjutnya.
“Lay!”
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Zhang Yixing
Nama
panggilan: Lay
Tanggal
lahir: 7 Oktober, 1991
Tinggi
badan: 177 cm
Keahlian:
Penyembuhan (Healing)
“Lay?”
tanya Yixing, yang kini mempunyai nama baru. Lay.
“Kuberitahu
alasannya kapan-kapan, ya,” ucap Sooman seenaknya.
“Bagaimana
dengan Sehun?” tanya Xiumin.
“Itu
tidak perlu,”
Sehun
hanya mengangguk-angguk.
CEKREK!
Self-portrait
Nama:
Oh Sehoon
Nama
panggilan: Sehun
Tanggal
lahir: 12 April, 1994
Tinggi
badan: 181 cm
Keahlian:
Angin (Wind)
“Kenapa
Sehun tidak diberi nama khusus? Lalu mengapa aku diberi nama khusus? Apa Minseok
itu sudah kuno? Apa Minseok tidak sebagus Sehun, Luhan atau Tao?” tanya Xiumin
meminta keadilan. Berlebihan memang.
“Ayolah,
Hyung...” kata Kai sembari memijit
pelipisnya. Sweatdrop.
Xiumin
menyandarkan kepalanya di bahu milik Kai. Sedangkan sang pemilik bahu hanya
memutar kedua bola matanya bosan.
“Nanti
akan kubelikan baozi yang super
enak!” ucap Tao seraya menepuk bahu Xiumin yang―pura-pura―bergetar.
Mendengarnya
Xiumin pun langsung mengerlingkan matanya tertarik.
“Jinjja! Gomawoyo, Tao-ya!” seru Xiumin, langsung memeluk Tao
yang lebih tinggi darinya.
“Umm...
Ne, Oppa...”
ujar Tao sedikit gugup.
“Eh?”
Xiumin melepaskan pelukannya, tetapi tangannya masih memegang kedua lengan atas
milik Tao. Lalu melihat Tao, agak speechless.
Lay,
Chen dan Sehun sudah menundukan kepalanya masing-masing. Luhan pun sudah
mendengus menahan tawa. Kemudian Kai yang berada tepat di samping Xiumin sudah
memandang Tao dengan penuh keterkejutan. Sedangkan Sooman...
“HAHAHAHAHA!”
-12
Alien Ganteng (12 Handsome Aliens)-
Sooman’s
office
Ketujuh
Pasukan EXO sedang menghadap Sooman di kantornya. Dimulai dari Xiumin di paling
kiri, disusul oleh Luhan, Lay, Chen, Tao, Kai dan Sehun.
“Sehun-ah, bagaimana keadaanmu sekarang?”
tanya Sooman berbasa-basi.
“Sudah
agak membaik,” jawabnya sopan.
“Oh,
begitu...” kata Sooman sambil mengangguk-angguk.
Kemudian
hening.
Hening.
Masih
hening.
“Lalu...
Sooman-ssi, apa kau memanggil kami
semua hanya untuk menanyakan keadaan Sehun-ah?”
tanya Kai dengan wajah datarnya.
“Oh,
iya! Hahaha... Sampai mana aku tadi?”
“...”
Kai hanya diam dengan wajah bete.
Sooman
pun tersenyum.
“Sebenarnya
aku mengumpulkan kalian ke sini untuk memberitahukan kalian sesuatu. Pasukan
EXO yang tersisa berjumlah lima orang, aku ingin kalian secepat mungkin
menemukan mereka semua. Akhir-akhir banyak kriminalitas yang terjadi, bukan
hanya di Korea, tetapi di seluruh dunia. Terutama di Amerika,”
Mereka
semua tidak menjawab apa-apa, menunggu kelanjutan penjelasan oleh Sooman.
“Mulai
besok, kalian akan menjalankan misi setiap hari! Tidak hanya mencakup Korea
Selatan saja, melainkan Benua Asia! Kalau perlu sampai Afrika pun harus!”
Mereka
semua membelalakkan matanya kaget, kecuali Tao yang mendengar perkataan Sooman
seperti kucing hitam miliknya yang sedang berceloteh.
‘Terlalu banyak serapan. Aku tidak mengerti.’
batinnya.
“Tapi,
kedengarannya akan menyenangkan. Bagaimana denganmu, Tao?” tanya Luhan seraya
menyenggol pelan lengan Tao dengan sikunya.
“Umm...
Ne,” jawab Tao seadanya.
“Bagaimana
dengan transportasinya?” tanya Xiumin.
“Itu
tidak menjadi masalah... Karena kita punya pesawat pribadi!” ucap Sooman.
“Pesawat
pribadi!?” seru Luhan.
“S-sejak
kapan!” teriak Xiumin.
Sooman
hanya tersenyum bangga. Dan berkata,
“Itu
sangat memudahkan misi kalian, bukan?”
“Keren,”
ujar Sehun. Kai pun mengangguk-angguk.
Lay
dan Chen menepuk-nepuk kedua telapak tangannya pelan sembari menggumamkan, ‘Wow...’
Sedangkan
Tao hanya diam saja.
“Pesawat
itu hanya digunakan untuk kepentingan misi, tidak ada yang lain,” kata Sooman
seraya melipat kedua tangannya. Yang disambut dengan keluhan dari para Pasukan
EXO.
Sooman
yang mendengarnya langsung tertawa puas.
‘Setelah ini masih banyak yang harus kalian
lakukan...’ batin Sooman sambil tersenyum.
-TBC-
Author’s
Note:
Finally! Selesai juga, sebenarnya project fic ini dari tanggal 10 April
2012 hehe tapi karena begitu banyak halangan yaitu belajar untuk Ujian Nasional
dan tes RSBI (juga karena tiba-tiba setiap nulis suka bingung sendiri dan
perasaan malas yang tidak bisa dihindarkan) akhirnya baru sekarang deh bisa lanjut
dan di-publish. Mohon do’a untuk
hasil tesnya, ya! ㅋㅋㅋ
Thank
you very much buat 혜교 dan 지윤 yang
udah ngasih banyak inspirasi! Dan ada beberapa adegan yang berasal dari ide
mereka berdua *bighug*
Ini baru prolog yang pertama, nantikan prolog
yang kedua, ya!
Apakah ini terlalu panjang untuk ukuran prolog?
Yah pokoknya anggap aja ini adalah prolog EXO yang pertama, What Is Love~^^
kalau kepanjangan mungkin bacanya bisa dicicil ㅋㅋ
Oh iya, munculnya para Pasukan EXO ini berurutan
sesuai dengan keluarnya para member EXO di teaser!
Kecuali Xiumin dan Kai, karena alasan tertentu:p
REMEMBER! Di fic ini ngga ada couple-couple-an, paling cuma hints aja~^^ kaya yang di atas, HunHan Hints (cute pronunciation) dan lain-lain hehe :D
REMEMBER! Di fic ini ngga ada couple-couple-an, paling cuma hints aja~^^ kaya yang di atas, HunHan Hints (
Satu
lagi, mohon review-nya! Bisa kasih
komentar di blog ini atau pun;
Thank you! 감사합니다!
Labels:
EXO-K,
EXO-M,
Fan Fiction,
Fantasy,
Friendship,
Korea
Subscribe to:
Posts (Atom)